JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, tak ada dasar hukum yang kuat bagi Partai Golkar untuk mengusulkan pergantian Mahyudin dari jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR.
Rapat Pleno DPP Partai Golkar sebelumnya menyetujui usulan agar Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto menjadi Wakil Ketua MPR menggantikan Mahyudin.
Lucius menjelaskan, Pasal 17 UU Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD menyatakan bahwa Pimpinan MPR hanya bisa diganti karena tiga hal, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan.
Baca juga: Roem Kono: Ada Tempat Lain untuk Mahyudin
"Dengan melihat pasal-pasal di atas, saya tak melihat adanya alasan kuat yang membenarkan penggantian wakil ketua MPR dari Fraksi Golkar," ujar Lucius saat dihubungi, Senin (19/3/2018).
Lucius mengatakan, proses pemilihan pimpinan MPR memang diusulkan oleh Fraksi dan Kelompok Anggota (DPD) dalam bentuk paket yang selanjutnya diserahkan ke paripurna untuk dilakukan pemilihan.
Proses ini berlangsung pada awal periode bakti MPR.
Akan tetapi, hak fraksi untuk mengusulkan wakil pimpinan MPR tersebut tidak berarti bahwa fraksi juga bebas melakukan penggantian, sebagaimana biasa terjadi pada rotasi pimpinan alat kelengkapan di DPR.
Baca juga: Golkar Harap Mahyudin Selesaikan Polemik Wakil Ketua MPR Baik-baik
Menurut Lucius, tak ada klausul yang memberikan kebebasan kepada fraksi untuk memberhentikan pimpinan MPR kecuali memenuh tiga persyaratan yang disebutkan dalam Pasal 17 UU MD3.
"Sementara Mahyudin kan tidak diberhentikan sebagai anggota DPR, dia juga tidak sedang mengundurkan diri dari anggota DPR. Lalu apa dasarnya dia digantikan oleh Titiek Soeharto?," kata Lucius.
Di sisi lain, lanjut Lucius, berdasarkan Pasal 24 Tata Tertib MPR disebutkan masa jabatan Pimpinan MPR sama dengan masa jabatan keanggotaan MPR.
Baca juga: Mahyudin: Seharusnya Golkar Fokus Pemenangan Pemilu, Bukan Memecah Internal Partai
Artinya, ketika seorang pimpinan sudah dilantik, maka jabatan itu akan berlangsung selama satu periode keanggotaan, kecuali jika syarat pemberhentian sebagaimana yang diatur UU MD3 terpenuhi.
Dengan demikian, fraksi tak bisa bebas melakukan penggantian seperti merotasi pimpinan alat kelengkapan di DPR.
"Pimpinan MPR merupakan hasil pilihan seluruh anggota MPR melalui mekanisme paket calon yang bersifat tetap. Mereka yang sudah dipilih oleh mayoritas, tidak bisa begitu saja diganti oleh Fraksi jika tak ada alasan yang memenuhi syarat pemberhentian pimpinan sebagaimana disebutkan dalam UU MD3 maupun Tatib MPR," ujar Lucius.