Sesal Indonesia terhadap Arab Saudi
Pemerintah Indonesia terkejut dan menyayangkan eksekusi mati yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi kepada Zaini Misrin.
Sebab, Indonesia, tidak mendapatkan pemberitahuan sebelum pelaksanaan eksekusi hukuman pancung itu.
"Pemerintah Indonesia sangat terkejut menerima informasi pelaksanaan hukuman mati terhadap Zaini Misrin di Mekkah," ujar Iqbal.
Padahal, selama ini, kedua negara punya hubungan baik yang telah terjalin berpuluh-puluh tahun. Seharusnya, Pemerintah Arab Saudi memberi notifikasi kepada Indonesia terlebih dulu.
"Apalagi sejak 2015, ada understanding yang dibangun di antara pemimpin bahwa jika terjadi eksekusi lagi, maka pihak Arab Saudi akan beri notifikasi melalui perwakilan negara di Riyadh maupun Jeddah," ujar Iqbal.
Baca juga: Zaini Misrin Dieksekusi Mati Arab Saudi Saat Proses Permohonan PK Berjalan
Meski demikian, Indonesia tak bisa melakukan upaya apapun atas kebijakan sepihak yang dilakukan Arab Saudi. Tak ada aturan yang mengharuskan Arab Saudi memberitahukan pelaksanaan eksekusi itu.
"Dalam aturan nasional Pemerintah Arab Saudi, tidak ada peraturan yang mewajibkan Arab Saudi memberi notifikasi kepada perwakilan negara asing dalam hal eksekusi," ujar Iqbal
Pemerintah Indonesia menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga Misrin di Tanah Air.
"Tadi pagi saya mengunjungi (keluarga) yang ada di Bangkalan. Kami sampaikan kepada keluarga mengenai telah kepergian Zaini Misrin dan duka cita pemerintah. Keluarga bisa menerima kejadian ini dengan ikhlas," kata dia.
Protes keras Indonesia
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri akhirnya melayangkan protes resmi kepada Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia yakni Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi atas eksekusi hukuman mati kepada Zaini Misrin.
"Hari ini Pemerintah Indonesia sudah menyampaikan protes resmi dan meminta penjelasan atas kejadian ini dengan memanggil Dubes Arab Saudi," kata Iqbal.
Indonesia menyampaikan keprihatinan dan protes kerasnya atas eksekusi yang dilakukan tanpa notifikasi terlebih dulu.
"Bahkan mengesampingkan fakta bahwa proses peninjauan kembali (PK) yang kedua baru berjalan," kata Iqbal.
Baca juga: Aktivis HAM dan Buruh Migran Indonesia Kecam Arab Saudi yang Eksekusi Mati Misrin
Tak hanya itu, rencananya Duta Besar RI di Arab Saudi pun juga akan melayangkan nota protes dari Indonesia langsung ke Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada, Selasa (20/3/2018).
Upaya maksimal Indonesia
Pemerintah Indonesia telah melakukan semua upaya untuk membebaskan Zaini Misrin dari eksekusi hukuman mati di Arab Saudi.
"Sejak pertama kasus ini muncul pada tahun 2004, hampir semua upaya yang dilakukan dalam upaya pembebasan Zaini Misrin dari hukuman mati sudah dilakukan," kata Iqbal.
Selain dua kali mengajukan PK, sejak 2004, KJRI di Jeddah, Arab Saudi, telah berkunjung ke penjara tempat Zaini Misrin ditahan sebanyak 40 kali.
Sejak 2011, pemerintah telah sudah menunjuk dua pengacara untuk Zaini Misrin.
"Kami juga sudah fasilitasi keluarga untuk berkunjung ke Arab Saudi tiga kali. Satu kali di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dua kali di era Presiden Joko Widodo," kata Iqbal.
Bahkan, selama Zaini Misrin ditahan dari 2004 hingga sebelum dieksekusi, ada 42 nota diplomatik yang telah dikirimkan Indonesia ke Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.
Presiden Indonesia pun telah berulang kali mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi, Raja Salman agar kasus Zaini Misrin ditinjau kembali.
"Sekali era presiden SBY, dua kali era Jokowi. Sekurang-kurangnya juga tiga kali isu Zaini Misrin ini diangkat oleh presiden dalam pertemuan empat mata dengan raja Saudi Arabia. Menlu RI juga tiga kali angkat masalah ini dengan Menlu Saudi Arabia," kata Iqbal.
Pelanggaran HAM
Aktivis buruh migran Indonesia mengecam Pemerintah Arab Saudi yang mengeksekusi mati Zaini Misrin.
Eksekusi itu dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu (mandatory consular notification) kepada pemerintah Indonesia.
"Kami mengecam dan mengutuk eksekusi hukuman mati terhadap Muhammad Zaini Misrin. Eksekusi itu merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling dasar, yakni hak atas hidup," ujar Ketua Pusat Studi Migrasi Anis Hidayah mewakili sejumlah organisasi masyarakat pegiat HAM dan buruh migran.
"Pemerintah Arab Saudi telah melanggar prinsip-prinsip tata krama hukum internasional dengan tidak pernah menyampaikan mandatory consular notification, baik pada saat dimulainya proses peradilan dengan ancaman hukuman mati dan juga pada saat eksekusi mati dilakukan," lanjut dia.
Para aktivis buruh migran juga menyayangkan proses hukum yang jauh dari prinsip transparan dan keadilan.
Misalnya, Zaini Misrin dipaksa mengaku membunuh majikannya oleh otoritas Arab Saudi melalui serangkaian tindakan tekanan dan intimidasi.
Bahkan, saat vonis eksekusi mati dijatuhkan oleh otoritas Saudi, ia tak didampingi penerjemah yang netral dan imparsial.
Hal itu membuat terdakwa tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya sehingga tidak dapat membela diri.
Menurut pengakuan, Zaini Misrin baru mendapatkan akses komunikasi dengan KJRI Jeddah pada November 2008, setelah vonis hukuman mati dijatuhkan.
"Berdasarkan pembacaan atas proses pemeriksaan hingga peradilan yang memvonis mati hingga proses eksekusi mati terhadap Zaini Misrin ditemukan beberapa kejanggalan dan ketidakadilan hukum serta pengabaian pada prinsip fair trial serta pengabaian pada hak terdakwa yang menghadapi ancaman hukuman maksimal," ujar Anis.
Para aktivis mendesak Indonesia mengambil langkah diplomasi yang tegas terhadap Arab Saudi agar peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari.