JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anton Cahyadi menilai delik agama dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak masuk dalam logika hukum. Salah satunya, soal tidak adanya kepastian hukum dalam delik ini.
"Sudah salah (dari logika hukum), kepastian hukum enggak ada, korbannya siapa?" kata Anton, saat ditemui usai konfrensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Menteng, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Anton mengatakan, hukum pidana berfokus terhadap korban. Dalam delik agama di RKUHP, menurut dia, tidak jelas di sini korbannya siapa.
Kalau korbannya adalah agama, lanjut Anton, hal ini menjadi tidak jelas siapa yang berhak mengklaim, kelompok mana, dan sebagainnya. Padahal, mengenai pidana salah satunya bertujuan untuk memulihkan korban.
"Secara ilmu hukum kalau korbannya agama, banyak problem-nya nantinya kemudian, (karena) harus beri remedy (pemulihan) ke siapa. Karena pidana itu sebenarnya memulihkan korban, supaya korbannya diberi pemulihan," ujar Anton.
(Baca juga: Soal Penodaan Agama, Pemerintah dan DPR Dinilai Tidak Turuti Saran MK)
Dia menilai, agak lucu jika delik agama di RKUHP ini disahkan, jika mengacu dari sisi hukum.
"Justru kalau tidak ada jaminan kepastian hukum, terlihat tadi korbannya tidak jelas. Itu justru tidak memberikan alat yang jelas, kepastian bagi negara untuk melaksanakan hukum ini," ujar Anton.
Akhirnya, lanjut dia, delik agama di RKUHP ini hanya memberi peluang kepada kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, untuk melakukan penghakiman.
"Jadi dalam artian ini, kalau dilegalisasi justru melegalisasi upaya yang sebenarnya tidak legal, (yaitu) main hakim sendiri, dan itu atas nama agama," ujar Anton.
(Baca juga: Pasal Penodaan Agama di RKUHP Dinilai Bisa Memicu Kasus Persekusi)
Selain itu, delik agama di RKUHP juga dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. Kegunaan undang-undang itu nantinya juga dipertanyakan apakah berguna membuat masyarakat lebih cerdas dalam mengelola diri sendiri atau tidak.
Adapun, berdasarkan draf RKUHP per 2 Februari 2018, draf agama itu diatur dalam Bab VIII, dari Pasal 328 hingga Pasal 333.
Pasal-pasal tersebut antara lain mengatur tentang penghinaan agama, menghasut dengan maksud meniadakan keyakinan terhadap agama yang sah, penghinaan terhadap orang yang menjalankan ibadah, hingga perusakan rumah ibadah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.