Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Nilai Delik Agama dalam RKUHP Tak Beri Kejelasan soal Korban

Kompas.com - 19/03/2018, 18:34 WIB
Robertus Belarminus,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anton Cahyadi menilai delik agama dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak masuk dalam logika hukum. Salah satunya, soal tidak adanya kepastian hukum dalam delik ini.

"Sudah salah (dari logika hukum), kepastian hukum enggak ada, korbannya siapa?" kata Anton, saat ditemui usai konfrensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Menteng, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Anton mengatakan, hukum pidana berfokus terhadap korban. Dalam delik agama di RKUHP, menurut dia, tidak jelas di sini korbannya siapa.

Kalau korbannya adalah agama, lanjut Anton, hal ini menjadi tidak jelas siapa yang berhak mengklaim, kelompok mana, dan sebagainnya. Padahal, mengenai pidana salah satunya bertujuan untuk memulihkan korban.

"Secara ilmu hukum kalau korbannya agama, banyak problem-nya nantinya kemudian, (karena) harus beri remedy (pemulihan) ke siapa. Karena pidana itu sebenarnya memulihkan korban, supaya korbannya diberi pemulihan," ujar Anton.

(Baca juga: Soal Penodaan Agama, Pemerintah dan DPR Dinilai Tidak Turuti Saran MK)

Dia menilai, agak lucu jika delik agama di RKUHP ini disahkan, jika mengacu dari sisi hukum.

"Justru kalau tidak ada jaminan kepastian hukum, terlihat tadi korbannya tidak jelas. Itu justru tidak memberikan alat yang jelas, kepastian bagi negara untuk melaksanakan hukum ini," ujar Anton.

Akhirnya, lanjut dia, delik agama di RKUHP ini hanya memberi peluang kepada kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, untuk melakukan penghakiman.

"Jadi dalam artian ini, kalau dilegalisasi justru melegalisasi upaya yang sebenarnya tidak legal, (yaitu) main hakim sendiri, dan itu atas nama agama," ujar Anton.

(Baca juga: Pasal Penodaan Agama di RKUHP Dinilai Bisa Memicu Kasus Persekusi)

Selain itu, delik agama di RKUHP juga dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. Kegunaan undang-undang itu nantinya juga dipertanyakan apakah berguna membuat masyarakat lebih cerdas dalam mengelola diri sendiri atau tidak.

Adapun, berdasarkan draf RKUHP per 2 Februari 2018, draf agama itu diatur dalam Bab VIII, dari Pasal 328 hingga Pasal 333.

Pasal-pasal tersebut antara lain mengatur tentang penghinaan agama, menghasut dengan maksud meniadakan keyakinan terhadap agama yang sah, penghinaan terhadap orang yang menjalankan ibadah, hingga perusakan rumah ibadah.

Kompas TV Massa dari sejumlah organisasi, Sabtu (11/3) menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, meminta agar pembahasan RUU KUHP dihentikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

Nasional
Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com