JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Hetifah Sjaifudian meminta pemerintah dan DPR tidak mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP).
Hetifah menilai ada sejumlah ketentuan dalam RKUHP yang masih menimbulkan polemik dan dinilai tidak berpihak pada kaum perempuan.
"Sepertinya kita perlu waktu lagi untuk menyinkronisasi dan menjamin hingga itu (RKUHP) tidak berdampak negatif terhadap perempuan. Jadi mungkin perumusannya diubah atau revisi tertentu," ujar Hetifah saat ditemui di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Minggu (18/3/2018).
Saat ini pembahasan RKUHP masih menuai polemik dari kalangan masyarakat sipil. Sejumlah pasal yang dianggap warisan kolonial masih saja tercantum dalam RKUHP berdasarkan draf pembahasan per 2 Februari 2018.
Hetifah menyoroti soal perluasan pasal zina. Ia menilai pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi perempuan sebagai korban.
Baca juga: Menkumham Yakin RKUHP Tak Bernasib seperti UU MD3 yang Tak Ditandatangani Jokowi
Pasal 460 ayat 1 huruf e RKUHP per 2 Februari 2018 menyatakan, pidana zina dapat dikenakan jika pelaku belum menikah berdasarkan tuntutan dari orangtua atau anak.
Sementara Pasal 463 mengatur soal pidana jika hidup bersama tanpa ikatan perkawinan atau "kumpul kebo".
Pasal tersebut, kata Hetifah, berpotensi memosisikan perempuan sebagai pelaku tindak pidana.
Ia pun menegaskan bahwa pihaknya akan segera memberikan masukan dalam pembahasan RKUHP.
"Saya kira mereka (DPR dan pemerintah) juga akan merespons ini. Tapi saya juga sudah cek ke Komisi III, masih ada pembahasan. Kami juga akan komunikasi sesegera mungkin," tuturnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan