JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengganti peserta pilkada yang tersangkut kasus pidana ketimbang meminta proses hukumnya ditunda.
Menanggapi hal tersebut, Bambang menilai usulan perppu untuk mengganti peserta pilkada yang terindikasi melakukan korupsi tidak memiliki urgensi yang memaksa.
Ia memahami pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menganggap perppu itu justru tidak adil bagi pengganti calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pasalnya, pengganti peserta pilkada tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan sosialisasi dan kampanye.
"Jadi kalau pemerintah menolak ya kami dapat memahami karena tidak ada kegentingan yang memaksa," ujar Bambang di Kopi Johny, Jakarta, Minggu (18/3/2018).
Baca juga: Eks Ketua KPK Sebut Kepala Daerah Rentan Korupsi karena Parpol Tak Punya Kode Etik
Bambang menilai, masyarakat bisa memutuskan untuk tidak memilih peserta pilkada yang terindikasi melakukan korupsi. Dengan demikian, pelaksanaan pilkada dan penegakkan hukum tetap berjalan beriringan.
"Kalau bahkan yang sudah tersangka ya jangan dipilih. Jadi menurut saya itu kan demokrasi bagus juga. Jadi rakyat sudah tahu jangan memilih kepala daerah yang terindikasi korupsi," katanya.
Hal yang sama juga berlaku atas sikap pemerintah yang menginginkan penundaan proses hukum terhadap peserta Pilkada yang mendapatkan penolakan dari KPK. Bambang menilai penolakan yang dilakukan oleh pemerintah dan KPK pada dasarnya membuktikan bahwa proses politik dan hukum tidak bisa dicampur aduk, melainkan harus berjalan terpisah.
"Nah justru yang harus diperhatikan kenapa banyak cakada atau incumbent banyak tertangkap atau kena OTT karena ongkos demokrasi sangat mahal saat ini," kata Bambang.
Sebelumnya Ketua KPK Saut Situmorang mengusulkan agar pemerintah membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait penggantian calon peserta pilkada yang tersangkut kasus pidana.
Hal tersebut disampaikan Saut merespons permintaan pemerintah yang meminta penundaan proses hukum terhadap calon kepala daerah.
Dia mengatakan, membuat perppu untuk mengganti peserta pilkada yang tersangkut kasus pidana lebih baik daripada meminta penundaan proses hukum.
"Lebih elegan solusinya bila sebaiknya pemerintah membuat perppu pergantian calon terdaftar, bila tersangkut pidana, daripada malah menghentikan proses hukum yang memiliki bukti yang cukup, ada peristiwa pidananya," kata Saut melalui pesan singkat, Selasa (13/3/2018).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.