Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peserta Pilkada Tak Bisa Diganti Saat jadi Tersangka, Hukuman untuk Parpol

Kompas.com - 17/03/2018, 14:51 WIB
Ihsanuddin,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menilai calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tak perlu diganti oleh partai politik yang mencalonkannya.

Ia justru menilai hal tersebut bisa menjadi hukuman bagi partai politik agar tidak mengusung calon yang berpotensi memiliki masalah hukum.

"Kalau Anda calonkan yang tidak baik, ya tanggung risikonya," kata Arief dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (17/3/2018).

Jika parpol bisa seenaknya mengganti calon kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi, Arief khawatir hal itu justru tidak memberi pembelajaran.

Baca juga : Bawaslu Tak Setuju Penundaan Proses Hukum Peserta Pilkada

 

Parpol justru akan semakin asal-asalan dalam memilih calon yang akan diusung tanpa memperhatikan rekam jejaknya.

"Orang mau siapapun dicalonkan saja, toh nanti kalau ketangkap bisa diganti," kata Arief.

Oleh karena itu, Arief menilai aturan yang ada dalam Undang-undang Pilkada dan Peraturan KPU saat ini sudah tepat, dimana peserta Pilkada hanya bisa diganti apabila berhalangan tetap atau dijatuhi sanksi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Ia tak sepakat dengan usul Komisi Pemberantasan Korupsi agar pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) demi mengubah aturan pergantian calon kepala daerah.

Baca juga : Masinton Tuding KPK Politis Baru Jerat Kepala Daerah Saat Pilkada

Arief meyakini masyarakat saat ini sudah cerdas dan tidak akan mau memilih calon kepala daerah yang sudah menjadi tersangka kasus korupsi.

Namun, apabila dikhawatirkan calon kepala daerah yang sudah jadi tersangka tetap akan memenangi kontestasi, maka Arief mengusulkan perubahan aturan yang lebih tegas.

Ia mengusulkan sanksi diskualifikasi kepada calon kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Kendati begitu, diskualifikasi ini hanya berlaku untuk tersangka kasus korupsi, bukan pidana umum.

Baca juga : Bawaslu-KPU Kaget Saat Wiranto Minta Penundaan Hukum Peserta Pilkada

"Maka masyarakat harus dilindungi. Kalau didiskualifikasi itu ke depan (parpol) lebih berhati-hati (mengusung calon) karena risikonya lebih besar," ujarnya.

KPK sebelumnya mengusulkan agar pemerintah menerbitkan Perppu untuk mengubah aturan soal pergantian kepala daerah. Dengan begitu, parpol bisa mengganti calon kepala daerah yang ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Adapun usul perppu ini disampaikan KPK menanggapi imbauan yang disampaikan pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto.

Wiranto mengimbau KPK agar menunda proses hukum terhadap calon kepala daerah peserta Pilkada 2018. Namun, KPK menolak menjalankan imbauan itu. 

Baca juga : Blunder Yasonna dan Wiranto Dinilai Merusak Kredibilitas Jokowi

Pada Jumat (16/3/2018) kemarin, KPK mengumumkan calon gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula tahun anggaran 2009.

Kompas TV Di Pilkada 2018, Ahmad Hidayat maju sebagai calon Gubernur Maluku Utara berpasangan dengan Rivai Umar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com