Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Tak Setuju Penundaan Proses Hukum Peserta Pilkada

Kompas.com - 17/03/2018, 12:44 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu Fritz Edward Siregar mengaku keberatan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto yang meminta penundaan proses hukum peserta pilkada.

Menurut Fritz, proses hukum yang menjerat calon kepala daerah bermasalah tetap harus berjalan seiring proses pilkada.

"Dari segi Bawaslu, kami keberatan apabila ada penundaan," ujar Fritz dalam diskusi "Polemik" Radio Sindo Trijaya di Jakarta, Sabtu (17/3/2018).

Fritz mengatakan, masyarakat harus mengetahui siapa calon pemimpin yang akan mereka pilih. Ini termasuk melihat latar belakang dari aspek hukum, apakah bersih dari kasus korupsi atau pelanggaran lainnya.

Dengan adanya penegakan hukum, masyarakat semakin tahu bagamana kualitas calon kepala daerah mereka.

"Jangan seperti membeli kucing dalam karung," kata Fritz.

(Baca juga: KPK: Penetapan Tersangka Peserta Pilkada Dilakukan agar Rakyat Tahu)

Selama ini, menurut Fritz, masyarakat hanya disajikan "wajah" kepala daerah dalam pertemuan terbuka, baik dalam rangka bakti sosial ataupun panggung musik. Tentunya mereka melakukan hal-hal yang baik agar bisa mrmikat hati konstituennya.

Namun, masyarakat berhak tahu siapa calon tersebut di luar citra yang ditampilkan. Salah satunya dengan berjalannya proses hukum jika calon tersebut memang bermasalah.

"Itu bagian dari secara tidak langsung sebagai seleksi," kata Fritz.

(Baca juga: KPK dan Pemerintah Dinilai Salah Kaprah soal Proses Hukum Calon Kepala Daerah)

Sebelumnya, Bawaslu telah menunjukkan tak satu suara dengan sikap Polri yang ingin menunda proses hukum terhadap calon kepala daerah yang tersangkut kasus.

Ketua Bawaslu, Abhan mencontohkan, apabila ada calon kepala daerah yang diduga melakukan pemalsuan ijazah, maka proses hukumnya tidak boleh dihentikan.

"Ini soal substansi. Integritas. Masa kasus ijazah palsunya dihentikan? Itu kami tidak mau. Harus dituntaskan," ujar Abhan.

Contoh lain yakni pasangan calon yang diduga melakukan pelanggaran politik uang. Abhan menegaskan, pengusutan terhadap dugaan pelanggaran ini harus dilakukan secara tuntas.

"Kalau paslon berkampanye SARA, nah itu kan pelanggaran pemilihan. Ya kami minta Polri harus usut," ujar Abhan.

"Enggak bisa atas nama dia jadi calon, lalu dihentikan. Karena itu proses (pemilu) maka harus dijaga keabsahannya," kata dia.

Kompas TV Badan Pengawas Pemilu mengumukan hasil pemutakhiran data pemilih dan pengawasan dana kampanye pada Pilkada Serentak 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com