Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Perppu, Ini Usul Perludem soal Peserta Pilkada yang Terjerat Hukum

Kompas.com - 16/03/2018, 14:06 WIB
Moh Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memberikan pilihan hukum yang dapat digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengganti peserta pilkada berstatus tersangka tanpa perlu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Pertama, KPU bisa menggunakan kewenangan atribusinya untuk menyusun Peraturan KPU (PKPU) sebagai turunan undang-undang.

Caranya, mengubah PKPU Pencalonan dengan memperluas tafsir pergantian calon kepala daerah di pilkada bisa dilakukan karena berhalangan tetap.

Dalam PKPU tersebut diatur pergantian calon kepala daerah bisa dilakukan oleh partai politik karena dinyatakan tidak memenuhi syarat kesehatan, berhalangan tetap, dan dijatuhi sanksi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Ini tidak terlalu spesifik. Ruang ini bisa dimanfaatkan secara cepat. KPU bisa mengubah makna 'berhalangan tetap' itu salah satunya adalah ketika seseorang ditahan karena OTT (operasi tangkap tangan) atau pengembangan perkara," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (16/3/2018).

(Baca juga: Agar Publik Punya Pilihan, Penetapan Tersangka Peserta Pilkada Perlu Dipublikasikan)

Kedua, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bisa melakukan revisi UU Pilkada secara terbatas. Hanya saja, hal tersebut jelas butuh waktu lama dan komitmen pembuat UU.

"Ini memerlukan waktu lebih panjang dan juga kemauan dari Presiden dan DPR sebagai pembuat UU untuk bisa bekerja cepat. Kalau langkah cepat, ya revisi PKPU," kata Titi.

Perludem membantah bahwa pilihan-pilihan yang diberikan tersebut sebagai bentuk "karpet merah" bagi partai politik untuk mengganti calon yang diusungnya lantaran terjerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah jalan.

"Tapi ini jalan tengah di tengah situasi abnormal, luar biasa, agar tidak ada orang yang bermasalah hukum terpilih di pilkada. Kita sudah pernah punya contohnya," kata Titi.

Meski demikian, pilihan pemerintah untuk menerbitkan perppu juga bisa menjadi solusi atas polemik yang ada. Apalagi, perppu bisa diterbitkan karena situasi darurat atau adanya kekosongan hukum.

"Kami dukung perppu, tapi tanpa perppu pun bisa dilakukan dengan ubah PKPU Pencalonan dan revisi terbatas UU Pilkada," kata Titi.

(Baca juga: KPK: Penetapan Tersangka Peserta Pilkada Dilakukan agar Rakyat Tahu)

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto diketahui meminta KPK menunda penetapan tersangka calon kepala daerah. Namun, KPK menolak permintaan pemerintah tersebut.

Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan, proses hukum calon kepala daerah harus tetap jalan meskipun pihak yang tersangkut kasus hukum itu maju sebagai peserta Pilkada 2018.

Sebagai langkah lanjutan, KPK mengusulkan pemerintah membuat perppu yang memberikan jalan agar partai politik mengganti calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka.

KPK beralasan, Perppu perlu diterbitkan pemerintah. Sebab, dengan aturan saat ini, calon kepala daerah tetap bisa bertarung dalam pilkada, bahkan bisa dilantik sebagai kepala daerah meski statusnya tersangka kasus korupsi.

Dengan adanya ketentuan partai politik bisa mengganti calon kepala daerah berstatus tersangka, rakyatlah yang diuntungkan.

Kompas TV Penegasan KPK bertentangan dengan imbauan Menko Polhukam yang meminta penetapan tersangka ditunda hingga pelaksanaan pilkada selesai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com