Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Menanti Kemenangan Kedua Golkar di Pilkada Serentak

Kompas.com - 16/03/2018, 07:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETAHUN lalu saya dengan gelisah menulis tentang sepinya kabar pemilihan kepala daerah di luar Jakarta.

Hura-hura dan huru-hara kontestasi politik di Jakarta yang lantas dipersepsikan adalah cermin politik Indonesia, dalam hal ini seolah menjadi indikator awal bagaimana Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019.

Alhasil, tidak banyak pihak yang peduli pada fakta bahwa pemenang kontestasi politik dalam Pilkada 2017 di 101 daerah, yang terdiri atas tujuh provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota tersebut, adalah Partai Golongan Karya (Golkar), partai yang dicibir identik dengan zaman Orde Baru.

Partai Golkar sejatinya lahir sebagai konsekuensi akibat keberhasilan Gerakan 1998. Sejak awal sejarahnya, Golkar tidak pernah menyebut dirinya sebagai partai. Golkar lahir atas restu rezim Orde Baru terhadap jejaring Sekretaris Bersama Golkar (Sekber Golkar).

Keberhasilan Soeharto menjadi Presiden RI dan kemudian sangat dipengaruhi orang-orang di belakang pembentukan Sekber Golkar yang terinspirasi dengan ide-ide negara korporatis membuat Golkar menjadi mesin pendukung kekuasaan.

Pada negara korporatis, pembagian wewenang antara negara dan masyarakat tidak dijalankan. Negaralah yang mengatur dan sekaligus mengawasi masyarakat. Meski demikian, salah besar jika menyebut rezim Orde Baru adalah negara korporatis sejati atau bahkan negara otoritarian.

Rezim Orde Baru tetap menggelar pesta demokrasi. Pemilu setiap lima tahun tetap diselenggarakan. Setiap lima tahun, rakyat dipersilahkan menggunakan hak politiknya.

Namun, soal siapa pemenangnya, sudah bisa dipastikan: Golkar. Pemilu ini sekaligus memastikan selalu menunjuk Soeharto, yang tak lain adalah Ketua Dewan Pembina Golkar, sebagai Presiden RI.

Sebagai kelompok yang berjalan seiring dengan rezim Orde Baru, Golkar bersama dua partai lain, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), kokoh bertahan dalam ingatan massa.

Tidak heran meski badai berkali menerpa, maupun hadirnya banyak partai baru. Angka keterpilihan Golkar, meski dibebani citra sebagai partai milik Orba di awal reformasi tetaplah stabil. Meski tidak menjadi pemenang, pemilihnya rupanya tetap ada dan termasuk tidak sedikit.

Bahkan, hanya butuh satu periode kepresidenan saja bagi Golkar untuk kembali menjadi rebutan politisi. Bagai kendaraan politik, singkatnya Golkar kendaraan yang sudah teruji dengan layanan purnajual dan servis di mana-mana.

Jika kita belum lupa pada 2004, konvensi calon presiden yang digelar Golkar dijejali banyak tokoh. Tak kurang dari 19 calon capres mengadu nasib, antara lain para mantan tentara seperti Wiranto, Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Agum Gumelar.

Adapun dari kalangan pebisnis muncul Aburizal Bakrie dan Surya Paloh, sedangkan dari kalangan sipil-perguruan tinggi terdapat Akbar Tandjung dan Nurcholish Madjid. Bahkan Sri Sultan HB X yang sudah berstatus Raja pun ikut serta.

Uniknya, meski tersingkir dari konvensi lalu memilih membuat kendaraan sendiri dan berhasil menjadi Presiden RI, SBY tetap merasa perlu menyertakan Golkar dalam kabinetnya, serupa dengan yang dilakukan oleh dua presiden pendahulunya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri.

Otda dan Golkar

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com