JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch Donal Fariz mempertanyakan sikap Presiden Joko Widodo yang enggan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengoreksi sejumlah pasal kontroversial dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Ia menilai, sikap tersebut bertolak belakang dengan sikap Jokowi yang enggan menandatangani lembar pengesahan UU MD3 karena menangkap keresahan masyarakat.
"Itu sikap yang ambigu. Tidak mau menandatanganinya karena menangkap keresahan masyarakat, tapi saat yang sama tidak mau mencari jalan keluar seperti melakukan revisi atau mengeluarkan perppu," kata Donal kepada Kompas.com, Kamis (15/3/2018).
(Baca juga : Tangkap Keresahan soal UU MD3, Jokowi Tetap Enggan Terbitkan Perppu)
"Akhirnya publik akan membaca, Jokowi mengamini materi muatan UU MD3 yang kontroversi," tambah Donal.
Donal mengingatkan, lolosnya pasal kontroversial dalam UU MD3 tak terlepas dari buruknya komunikasi antara Jokowi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Sebab, Jokowi mengaku tidak mendapatkan laporan dari Yasonna mengenai adanya pasal kontroversial di dalam UU MD3.
(Baca juga : Jokowi Akui Tak Dapat Laporan soal Pasal Kontroversial dalam UU MD3)
"Harus diakui ini kan juga kesalahan pemerintah yang berujung lahirnya UU MD3, maka sudah sepatutnya Presiden bertanggungjawab untuk mengoreksi," kata Donal.
Donal merasa heran Jokowi justru mendorong masyarakat untuk mengajukan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut dia, itu sama saja Jokowi melempar tanggung jawab ke masyarakat.
"Akhirnya itu menyusahkan masyarakat. Kesalahan yang dibuat pembentukan UU, justru masyarakat yang harus membenahinya," ucap Donal.
Lagipula, Donal juga mengingatkan bahwa uji materi UU MD3 juga belum tentu dikabulkan oleh MK.
(Baca juga : Sejumlah Kontroversi di UU MD3 yang Tak Ditandatangani Jokowi)
Ia justru ragu uji materi UU MD3 akan dikabulkan karena faktor sejumlah hakim yang ada di MK saat ini.
UU MD3 disahkan bersama antara DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna DPR pada 12 Februari lalu.
UU tersebut langsung mendapatkan penolakan luas dari masyarakat karena memuat sejumlah pasal kontroversial.
Pasal 73 ditambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa semua pihak yang diperiksa DPR, namun enggan datang.
Pasal 122 huruf k mengatur Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Ada juga Pasal 245 yang mengatur angota DPR tidak bisa dipanggil aparat hukum jika belum mendapat pertimbangan dari MKD dan izin tertulis dari Presiden.
Jokowi mengaku menangkap keresahan yang ada di masyarakat sehingga ia tidak menandatangani kembar pengesahan UU MD3.
Jokowi menyadari UU tersebut akan tetap berlaku meski tidak ia tandatangani.
Namun, Jokowi menolak menerbitkan Perppu untuk mengoreksi UU MD3. Sebagai solusinya, Jokowi mendorong uji materi UU MD3 ke MK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.