Sudah sah dan resmi partai-partai politik peserta Pemilu 2019 diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 17 Februari 2018. Undian nomor urut partai peserta Pemilu 2019 dilakukan keesokan harinya tanggal 18 Februari 2018.
Belakangan, 4 Maret 2018, Partai Bulan Bintang resmi dinyatakan lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2019, setelah setelah sebelumnya bersama PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia) tidak lolos.
Keduanya menggugat KPU dan setelah verifikasi ulang, PBB yang lolos sebagai peserta Pemilu 2019.
Baca juga : Catat, Inilah Nomor Urut Parpol Peserta Pemilu 2019!
Ada empat partai baru, yaitu Partai Solidaritas Indonesia, Partai Berkarya, Partai Garuda dan Partai Perindo.
Jika dicermati lebih jauh, tiga dari empat partai politik ini adalah nama-nama dan wajah lama di kancah politik Indonesia.
Dua partai "DNA"-nya berasal dari masa Orde Baru, satu partai dengan kekuatan media (wajah lama juga).
Hanya PSI yang terlihat berwajah baru seperti pengurus partai, dari pusat sampai daerah seluruhnya wajah baru dan masih berusia belia.
Pada 23 Februari 2018 yang baru lewat, PDI-P dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Bali, mendeklarasikan pencalonan (kembali) Jokowi sebagai Capres 2019-2024 (masa jabatan kedua).
Baca juga : Rekomendasi Rakernas PDI-P, Megawati Perintahkan Pemenangan Jokowi
PDI-P cukup "telat" mendeklarasikan dukungan terhadap pencalonan (kembali) Jokowi dibandingkan Golkar pada tanggal 28 Juli 2016, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada tanggal 11 April 2017, PPP pada tanggal 21 Juli 2017, Perindo pada Agustus 2017, Hanura pada tanggal 4 Agustus 2017, dan NasDem pada tanggal 15 November 2017.
Poros ketiga
Santer beredar analisis dan spekulasi akan munculnya poros ketiga, yaitu alternatif selain Jokowi dan (kemungkinan) Prabowo sebagai dua capres yang banyak kalangan memprediksi akan ‘re-match’ di Pilpres 2019.
Baca juga : Ketum PPP: Jokowi dan Prabowo Sepakat Rematch di Pilpres 2019
Poros Ketiga ini mengingatkan Poros Tengah di tahun 1999 yang digagas Amien Rais. Poros Tengah dimunculkan untuk (mencoba) menenggelamkan dominasi partai pemenang Pemilu 1999 yaitu PDI-P yang ‘otomatis’ mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai capres.
KH Abudrrahman Wahid Gus Dur kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4. Sejarah mencatat dan membuktikan manuver Amien Rais justru menimbulkan riak gelombang pembaruan yang lebih besar digelorakan oleh Gus Dur.
Poros Tengah gerah dan ‘menyeret’ turun Gus Dur, sehingga Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden Republik Indonesia ke-5.
Di masa Megawati, konstitusi pemilihan presiden langsung digodok dan disahkan, menghasilkan pemilihan presiden langsung untuk pertama kalinya di Indonesia.