JAKARTA, KOMPAS.com - Istana Kepresidenan belum memberikan sinyal apakah Presiden Joko Widodo akan menandatangani lembar pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DRPD atau UU MD3.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, berdasarkan peraturan dan perundang-undangan, Presiden diberikan waktu 30 hari untuk menandatangani lembar pengesahan atau tidak. Batas waktunya yakni besok, Rabu (14/3/2018).
"Ya kan kurang sehari. Tunggu saja besok (ditandatangani atau tidak)," ujar Pramono ketika dijumpai di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Selasa (13/3/2018).
"Kalau besok sudah lewat kan yang penting ada nomornya. Kalau sudah ada nomornya, lalu apa yang menjadi keinginan teman-teman di DPR juga bisa dilakukan. Kan sudah jelas ya bunyinya UU, bahwa 30 hari, ditandatangani atau tidak, tetap berlaku," kata dia.
Pramono memastikan, apa pun keputusan Presiden Jokowi besok, didasarkan pada aspirasi masyarakat.
(Baca juga: DPR Heran, Pemerintah yang Usulkan Imunitas dalam UU MD3 tetapi Mau Dibatalkan)
Setelah UU MD3 tersebut berlaku, lanjut Pramono, eksekutif pun menyerahkannya kepada masyarakat, apakah akan menggugat UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau tidak.
"Karena kewenangan nanti kalau sudah diundangkan bukan lagi domainnya pemerintah maupun DPR. Kalau masih ada yang keberatan, kan bisa melakukan gugatan judicial review ke MK. Negara ini adalah negara demokratis, terbuka dan mempersilakan siapa saja," ujar Pramono.
Namun, saat ditanya apakah artinya Presiden mendukung pihak yang ingin mengajukan JR UU MD3 ke MK, Pramono menjawab diplomatis.
"Ya masakan Presiden mendukung atau tidak mendukung. Itu kan adalah hak yang dimiliki oleh semua warga," ujar Pramono.
Diberitakan, disahkannya UU MD3 menuai polemik. Sejumlah pasal disebut-sebut berlebihan, bahkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyebut UU MD3 mengacaukan garis ketatanegaraan yang sudah diatur sebelumnya.
(Baca juga: Politisi PDI-P: Presiden Belum Menyatakan Menolak UU MD3)
Pasal-pasal dalam UU MD3 yang menuai polemik lantaran dinilai mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi, yakni Pasal 73 yang mengatur tentang menghadirkan seseorang dalam rapat di DPR atas bantuan aparat kepolisian, Pasal 245 yang mengatur angota DPR tidak bisa dipanggil aparat hukum jika belum mendapat izin dari MKD dan izin tertulis dari Presiden.
Terakhir, yakni Pasal 122 huruf k yang mengatur kewenangan MKD menyeret siapa saja ke ranah hukum jika melakukan perbuatan yang patut diduga merendahkan martabat DPR dan anggota DPR.
Melihat polemik di publik, Presiden Jokowi pun belum menandatangani lembar pengesahan UU itu. Meski demikian, ia mengakui bahwa menandatangani atau tidak itu akan menuai konsekuensi yang sama, yaitu tetap sahnya UU MD3 tersebut.
Namun, ia tidak ingin jika menandatangani UU tersebut, dianggap sebagai mendukung penuh, padahal sebaliknya.
"Saya tandatangani, nanti masyarakat menyampaikan, wah ini mendukung penuh. Enggak saya tandatangani juga itu (UU MD3) tetap berjalan. Jadi masih dalam kajian ya," kata Jokowi, beberapa waktu lalu.