Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Tunda Proses Hukum Kepala Daerah, Wiranto Dinilai Tidak Bisa Menempatkan Diri

Kompas.com - 13/03/2018, 08:51 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengkritik Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penyelidikan dan penyidikan seorang calon kepala daerah yang berstatus tersangka.

"Ya, itu namanya pejabat yang tidak bisa menempatkan diri," ujar Abdul melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (13/3/2018).

(Baca juga: Minta KPK Tunda Proses Hukum Calon Kepala Daerah, Pemerintah Dinilai Ramah terhadap Korupsi)

Setinggi apa pun jabatannya, lanjut Abdul, eksekutif tidak bisa mengintervensi kekuasaan yudikatif, apalagi KPK sebagai penegak hukum yang independen dan bukan bagian dari eksekutif.

"Sepanjang ada bukti cukup, KPK dapat menetapkan siapa saja, termasuk seorang calon kepala daerah, sebagai tersangka. Tak ada kekuasaan apa pun yang dapat mengubah aturan itu, kecuali upaya hukum lain, praperadilan atau mengubah norma melalui judicial review di MK," ujar Abdul.

Abdul melihat, pernyataan Wiranto itu seolah-olah bermaksud baik, yakni ingin menjaga stabilitas demokrasi. Namun, pernyataan itu lebih memberikan dampak negatif terhadap prinsip keadilan di Indonesia.

"Sesungguhnya, itu dapat diartikan juga sebagai sikap permisif terhadap tindakan koruptif dalam demokrasi," ujar Abdul.

Abdul meminta Wiranto membatalkan kebijakan tersebut dan mengembalikan semua proses hukum calon kepala daerah kepada aparat penegak hukum masing-masing.

Pemerintah bersama instansi terkait menggelar rapat koordinasi khusus (rakorsus) Pilkada 2018, Senin (12/3/2018). Beberapa hal dibahas, antara lain terkait dengan rencana KPK menetapkan tersangka para calon kepala daerah yang terlibat korupsi.

Seusai rapat, Wiranto mengatakan, pemerintah mengambil sikap atas pernyataan KPK yang menyatakan ada beberapa calon peserta pilkada yang hampir menjadi tersangka.

(Baca juga: Pemerintah Dinilai Intervensi KPK, Tak Bisa Bedakan Proses Hukum dan Politik)

"Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelengara minta ditunda dululah, ya. Ditunda dulu penyelidikan, penyidikan, dan pengajuannya dia sebagai saksi atau tersangka," ujar Winarto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin.

Menurut pemerintah, penetapan pasangan calon kepala daerah sebagai tersangka justru akan berpengaruh pada pelaksanaan pilkada. Hal itu juga bisa dinilai masuk ke ranah politik.

Wiranto menuturkan, pasangan calon kepala daerah yang sudah terdaftar bukan lagi hanya sekadar pribadi, melainkan sudah menjadi milik partai dan milik masyarakat sebagai pendukung.

Oleh karena itu, penetapan tersangka calon kepala daerah oleh KPK dinilai akan berpengaruh pada pelaksanaan pencalonannya sebagai perwakilan dari paprol atau yang mewakili para pemilih.

Wiranto mengatakan bahwa permintaan tersebut juga berasal dari penyelengara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Kompas TV Pemerintah bersama instansi terkait menggelar rapat koordinasi khusus Pilkada 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Nasional
Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Nasional
Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Nasional
Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Nasional
Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com