Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Intervensi KPK, Tak Bisa Bedakan Proses Hukum dan Politik

Kompas.com - 13/03/2018, 07:07 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai pemerintah mencoba melakukan intevensi terhadap proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Donal menilai, seruan ini menunjukan pemerintah tidak bisa membedakan mana proses hukum dan politik. Donal mengatakan, pilkada merupakan proses politik, sementara yang dilakukan oleh KPK adalah proses hukum.

"Sehingga kalau (muncul) pernyataan seperti itu, pemerintah secara terang benderang dan secara sadar, mencoba untuk mengintervensi proses hukum," kata Donal, saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/3/2018).

(Baca juga: Pemerintah Minta KPK Tunda Penetapan Tersangka Para Calon Kepala Daerah)

"Hal yang kayak begitu kan sebenarnya pemerintah tidak boleh masuk untuk mengintervensi, menunda, ataupun menyarankan, biarkan proses (hukum) itu berjalan kan," ujar Donal lagi.

Dia tidak setuju proses hukum yang dilakukan KPK berpotensi masuk ke ranah politis. "Itu yang jadi masalah, pemerintah gagal membedakan mana yang proses hukum, dan mana yang proses politik," ujar Donal.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz memaparkan enam hasil evaluasi kerja panitia khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR RI. Jakarta, Minggu (27/8/2017). KOMPAS.com/ MOH NADLIR Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz memaparkan enam hasil evaluasi kerja panitia khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR RI. Jakarta, Minggu (27/8/2017).

Seharusnya, kata Donal, pemerintah memilah dan menjelaskan ke publik bahwa dua hal itu merupakan sesuatu yang berbeda dan tidak mencampuradukan keduanya.

Dia tidak setuju alasan penetapan tersangka dapat mengganggu proses pilkada menjadi tidak kondusif. "Buktinya lima kepala daerah yang dijadikan tersangka oleh KPK daerahnya aman-aman saja sampai sekarang," ujar Donal.

Justru kalau pemerintah menunda penetapan tersebut setelah pilkada, jika calon tersebut terpilih sebagai kepala daerah, maka yang dirugikan ialah masyarakat.

"Justru penting proses penegakan hukum ini dilakukan sesegera mungkin, agar masyarakat terbantu memilih kepala daerah yang tidak punya persoalan," ujar Donal.

(Baca juga: Pemerintah Nilai Penetapan Tersangka Calon Kepala Daerah Ganggu Pilkada)

"Kalaulah kemudian kepala daerah bermasalah terpilih, dan baru setelah itu KPK melakukan proses hukum, artinya kita sia-sia berdemokrasi, menghabiskan uang, dan hasilnya kepala daerah yang dipenjara kemudian hari. Jadi itu menurut saya, yang menjadi kekeliruan juga dari cara pandang itu," ujar Donal.

Wiranto mengatakan, pemerintah mengambil sikap atas pernyataan KPK yang menyatakan ada beberapa calon peserta pilkada yang hampir menjadi tersangka.

Hal itu disampaikan usai pihaknya bersama instansi terkait menggelar rapat koordinasi khusus (rakorsus) Pilkada 2018.

Rakorsus Pilkada itu dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Ketua KPU Arief Budiman, dan Ketua Bawaslu Abhan.

Beberapa hal dibahas, antara lain terkait dengan rencana KPK menetapkan tersangka para calon kepala daerah yang terlibat korupsi.

"Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelengara minta ditunda dululah, ya. Ditunda dulu penyelidikan, penyidikannya, dan pengajuannya dia sebagai saksi atau tersangka," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/3/2018).

(Baca juga: Calon Kepala Daerah Akan Jadi Tersangka, KPU Tak Mau Ikut Campur Urusan KPK)

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com