JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, mengungkapkan bahwa sejumlah ketentuan delik korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menguntungkan koruptor.
Lalola mengatakan, ancaman pidana penjara bagi koruptor dalam RKUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Sejumlah ketentuan delik korupsi dalam RKUHP justru menguntungkan koruptor. Kondisi ini berbeda dengan UU Tipikor yang selama ini dinilai efektif menjerakan kasus korupsi," ujar Lalola kepada Kompas.com, Senin (12/3/2018).
"Ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam RKUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor," kata Lalola.
Lalola menjelaskan, Pasal 2 UU Tipikor menyatakan, pidana denda minimal yakni sebesar Rp 200 juta. Sementara, Pasal 687 draf RKUHP mengatur pidana denda minimal yang lebih rendah, yakni Rp 50 juta.
(Baca juga: "Pengadilan Tipikor Mati Suri jika Delik Korupsi Masuk RKUHP")
Namun, dalam Pasal 687, draf RKUHP menetapkan pidana denda maksimal yang lebih tinggi. Pasal 2 UU Tipikor menyatakan sebesar Rp 1 miliar, sementara Pasal 687 RKUHP menetapkan pidana denda hingga Rp 15 miliar.
Menurut Lalola, seharusnya ketentuan pidana denda minimum yang lebih tinggi. Dengan demikian, kesempatan hakim memutus pidana denda dengam ketentuan minimum yang tidak menjerakan dapat diminimalisasi.
Berdasarkan catatan ICW, pada semester 1 tahun 2017 tren vonis pidana denda cenderung ringan.
Mayoritas terdakwa kasus korupsi dijatuhi hukuman pidana minimal berkisar Rp 0 hingga Rp 50 juta, yakni sebanyak 218 terdakwa. Sementara sebanyak 68 terdakwa dikenakan denda di atas Rp 150 juta.
Selain itu, pidana penjara pada RKUHP juga lebih rendah daripada UU Tipikor.
Pasal 2 UU Tipikor menyatakan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singkat empat tahun.
Sedangkan Pasal 687 dan Pasal 688 RKUHP menentukan pidana penjara minimal hanya dua tahun.
(Baca juga: ICW: Delik Korupsi dalam RKUHP Berpotensi Pangkas Kewenangan KPK)
Kemudian, ia membandingkan ketentuan dalam Pasal 21 UU Tipikor dan Pasal 308 RKUHP terkait perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
Pasal 21 UU Tipikor mengatur pidana penjara minimal selama tiga tahun dan maksimal selama 12 tahun.
Sedangkan, Pasal 308 Ayat (1) huruf RKUHP hanya mengatur pidana penjara maksimal selama 7 tahun.