Dalam masa pemerintahan Adolf Hitler, kota ini menjadi tuan rumah kongres Partai Nazi setiap tahun dari 1933 sampai 1938. Setelah perang usai, orang-orang yang terlibat dalam holocaust diadili di kota ini (antara 1945 dan 1949).
Mang Asep mengajak kami mampir istirahat sejenak di sebuah kawasan rest area yang dipenuhi aneka outlet barang barang bermerek.
Di restoran bernama La Piazza, di kawasan Weirheim Village, saya memesan pasta dan minuman cokelat panas. Istri dan anak saya Alysa meminta pizza dan orange juice segar.
Hampir 40 menit kami di situ, meluruskan kaki sambil mengisi perut. Senja pun turun dengan indah saat kami meninggalkan Nurnberg.
Menjelang pukul 6 sore, gerbang Muenchen sudah di depan mata. Jalanan sedikit tersendat karena kepadatan lalu lintas. Enam jam lebih perjalanan tak terasa penatnya.
Tadinya saya ingin langsung ke klinik tempat Pak Habibie dirawat. Namun, klinik tersebut mematok aturan hanya bisa menerima pengunjung pada siang dan sore hari saja.
Kami pun masuk ke Hotel Vier Jahreszeiten Starnberg, yang beralamat di Muenchnerstrasse 17, 82319 Starnberg. Hotel ini kami pilih karena dekat dengan Starnberg Klinikum, tempat Pak Habibie menjalani perawatan.
Jumat pagi 9 Maret, di ruang sarapan saya berjumpa dengan Fauzi Bowo, Dubes RI untuk Jerman yang sebentar lagi akan mengakhiri tugasnya.
Mantan Gubernur DKI itu menemani tim dokter Kepresidenan RI dan beberapa orang Paspampres yang akan mengadakan rapat dengan tim dokter di klinik tempat Pak Habibie dirawat.
Tim dokter kepresidenan itu sudah tiba di Jerman sehari sebelumnya atas instruksi Presiden Jokowi.
Mereka akan melakukan observasi intensif kondisi Pak Habibie mulai pagi hingga siang. Artinya, kesempatan saya membesuk baru bisa setelah pukul 12 siang.
Usai sarapan, saya berjalan-jalan di seputar hotel melintasi danau di sekitar klinik. Suhu udara sekitar 7 derajat Celcius, bersahabat dibanding di Kiev yang selalu minus. Sungguh indah pemandangannya. Hening, senyap nyaris tak ada gangguan hiruk-pikuk kebisingan.
Saya membatin. Mungkin inilah yang membuat Pak Habibie selalu merasa nyaman berada di Jerman.
Di kota ini, Pak Habibie menikmati dan mensyukuri alam ciptaan serta karunia Allah yang terjaga. Kabarnya, Pak Habibie sudah berada di Jerman sejak akhir 2017.
Menjelang pukul 12 siang, ditemani istri dan anak, saya memasuki Starnberg Klinikum, Residence 30. Naik ke lantai dua, di ruangan paling ujung dengan pemandangan hamparan danau yang indah. Di situlah kamar Pak Habibie. Tak ada aroma bau rumah sakit.
Saat saya membuka pintu, serta-merta Pak Habibie melempar senyum dan menyapa saya, "Hei, Yuddy."
Karena melihat gelagat sepertinya Pak Habibie ingin turun dari tempat tidur, maka saya mempercepat langkah menghampirinya dan langsung memegang tangan beliau.
Di dalam ruangan, tim dokter kepresidenan ditemani Fauzi Bowo baru saja tuntas melakukan observasi. Mereka pun izin pamit.
Tinggallah saya di dalam bersama istri, anak, dan Ingrid. Ingrid adalah mahasiswi Indonesia yang sebentar lagi meraih gelar dokternya di salah satu Universitas di Jerman.
Ingrid selama ini yang menjaga dan menunggui Pak Habibie. Pak Habibie langsung berkomentar kepada saya.
"Saya banyak mendengar kabar positif tentang kamu di Kiev. Bagus. Bagus. Teruslah berkarya," ujar Pak Habibie.
Alhamdulillah, kekhawatiran akan kondisi beliau sebagaimana yang beredar di social media segera sirna. Pak Habibie tampak sehat dan ceria meski dalam perawatan medis atas keluhan pada jantungnya.
Beliau tidak berubah, semangatnya tetap menyala memberikan nasihat, pandangan-pandangan kebangsaan, pesan-pesan peradaban, berbagi pengalaman dan bernostalgia.