Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencemaran Nama Baik, Kejahatan Siber yang Paling Banyak Ditangani Polisi

Kompas.com - 12/03/2018, 07:35 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kanit IV Subdit III Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Endo Priambodo menyebutkan, pidana pencemaran nama baik melalui media sosial paling banyak ditangani kepolisian.

Berdasarkan bagan yang dipaparkan, terlihat porsi kasus pencemaran nama baik jauh di atas kasus-kasus kejahatan dunia maya lainnya.

"Kasus pencemaran nama baik saat ini yang paling banyak, ada 45 persen," ujar Endo dalam diskusi di Gadog, Bogor, Sabtu (10/3/2018).

(Baca juga: Semakin Canggih Teknologi, Semakin Besar Potensi Kejahatan Dunia Maya)

Kasus kejahatan dunia maya yang juga banyak ditangani polisi yakni ujaran kebencian sebanyak 22 persen, penipuan online sebesar 15 persen, judi online sebesar 5 persen, serta akses ilegal dan pornografi masing-masing sebesar 4 persen.

Endo mengatakan, secara umum, pihaknya menangani laporan yang masuk terlebih dahulu. Namun, penyelidik juga melihat prioritas perkara yang perlu ditangani.

"Kasus judi dan pornografi online sebenarnya banyak sekali. Tapi karena keterbatasan SDM, waktu yang terbatas, kadang kita prioritaskan yang sangat urgent bisa ditindaklanjuti," kata Endo.

Kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian cenderung banyak ditemukan karena secara proaktif polisi melakukan patroli di dunia maya.

Pada 2017, ada sebanyak 1.451 laporan informasi dari hasil penjelajahan di media sosial. Sementara dalam tiga bulan pertama di tahun 2018, tercatat ada 338 laporan informasi.

Setelah laporan dihimpun, nantinya akan dilakukan gelar perkara untuk memperkuat dugaan unsur pidana.

"Tinggal konfirmasi ke ahli apakah memenuhi unsur. Kalo memenuhi unsur, akan didalami ke tim analis untuk memastikan kemungkinana ditindaklanjuti sampe proses penegakan hukum," kata Endo.

(Baca juga: Eks Saracen yang Masih Aktif di Media Sosial Jumlahnya Besar)

 

Endo membantah pihaknya tebang pilih penanganan perkara karema sebagian besar kasus yang diproses berkaitan dengan serangan terhadap pemerintah yang berkuasa.

Ia mengatakan, penyidik hanya melihat dari hasil analisis dan barang bukti yang ada.

Di media sosial, banyak tersebar ujaran kebencian maupun hoaks yang ditujukan pada Presiden Joko Widodoo dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

Endo mengatakan, pihaknya tidak menyasar pada pidana pencemaran nama baik karena merupakan delik aduan. Pihak yang dicemarkan namanya harus membuat laporan ke polisi.

"Karena tidak mungkin minta keterangan presiden, minta laporan langsung dari presiden," kata Endo.

Oleh karena itu, polisi mencari unsur SARA dari konten yang tersebar. Oleh karena itu, banyak kasus penghinaan terhadap presiden yang menyertakan pasal diskriminasi SARA karena hal tersebut yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum terhadap pelaku.

"Kalau isinya hanya pencemaran nama baik akan sangat sulit hingga penyidikan," kata dia.

Kompas TV Menurut JK, belum ada bukti tahun politik menimbulkan kerusuhan. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com