Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Penyerangan Novel Tak Diusut Tuntas, Pemerintah Akan Dipermalukan

Kompas.com - 09/03/2018, 19:18 WIB
Robertus Belarminus,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai jika kasus penyerangan penyidik KPK, Novel Baswedan, tidak diusut tuntas maka hal itu bisa membuat malu pemerintah.

"Saya mau menggarisbawahi bahwa jangan sampai ini enggak selesai, ini orang yang disiram lho pakai air keras. Ini kalau di luar negeri ini suatu tindakan yang luar biasa penting dan memalukan pemerintah," kata Bivitri, dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/3/2018).

Dia juga berpendapat, jika kasus Novel tidak selesai akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hak asasi manusia ke depannya. Karenanya, Bivitri menyatakan, dibentuknya tim pemantauan kasus Novel penting agar kasus ini tidak berlarut.

Baca juga : Aksi Foto Sebelah Mata untuk Novel Baswedan...

 

"Makanya penting melakukan tindakan seperti ini supaya tidak boleh dibiarkan saja," ujar perempuan yang termasuk anggota di tim pemantauan tersebut.

Aktivis Bidang Sosial dan Keagamaan, Alissa Wahid mengatakan, semua pihak baik itu Presiden atau Kepolisian, dan Komnas HAM tentu mendapat desakan dari publik agar kasus penyerangan Novel dapat diselesaikan.

Karenanya, tim pemantauan kasus Novel yang dibentuk Komnas HAM ingin mengakselerasi agar penanganan kasus ini tidak berjalan lambat.

Pihaknya juga ingin menemukan apakah ada pelanggaran HAM dalam kasus Novel. "Kita ingin ini tidak jadi preseden buruk, kita ingin ada kejelasan dan jawaban," ujar perempuan yang juga anggota tim pemantauan ini.

Kompas TV Sudah 10 bulan kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan terjadi, namun hingga kini belum satu pun yang ditangkap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com