Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingat, Transaksi Politik Besar Saat Kepala Daerah Dipilih DPRD Dahulu

Kompas.com - 09/03/2018, 17:52 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) inisiatif Veri Junaidi mengkritik munculnya kembali wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Veri berpendapat, pemilihan umum langsung sebenarnya sudah baik dan tak perlu dikembalikan lagi ke mekanisme lama dengan dipilih DPRD.

"Demokrasi kita sebenarnya sudah sangat maju. Sistem (pemilihan umum langsung) juga sudah sangat baik. Hanya memang kita perlu memperbaiki kekurangan-kekurangannya," ujar Veri saat dijumpai di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (9/3/2018).

(Baca juga : Cegah Konflik dan Politik Uang, Bamsoet Usul Kepala Daerah Dipilih DPRD)

Veri ingat betul alasan pilkada oleh DPRD diubah menjadi pilkada langsung, yakni untuk menghindari transaksi politik yang besar.

Sebab, jika kepala daerah dipilih DPRD, potensi kongkalikong calon kepala daerah dengan DPRD sangat tinggi.

Oleh sebab itu, kini tak mungkin lagi pemilihan kepala daerah mundur kembali dengan dipilih oleh DPRD.

"Siapa yang bisa menjamin saat dialihkan ke DPRD, politik uangnya tidak akan semakin besar? Bukankah dulu mengapa dialihkan dari pemilihan oleh DPR salah satu faktornya kan transaksi politik pada saat pemilihan besar, makanya dialihkan ke pemilih raktar," ujar Veri.

(Baca juga : Wacana Pilkada Lewat DPRD Dianggap Bisa Tekan Kasus Korupsi)

Veri menambahkan, pada dasarnya bukan menjadi masalah apakah kepala daerah dipilih oleh DPRD atau oleh rakyat. Selama mentalitas unsur-unsur pemilu sudah baik, tentunya apapun sistemnya tidak akan menuai masalah.

Dalam konteks sekarang ini, Veri menilai sebaliknya. Ia yakin kepala daerah dipilih oleh DPRD tidak akan memperbaiki kualitas demokrasi.

"Sebenarnya problemnya bukan soal dipilih DPRD atau rakyat langsung. Problemnya itu adalah, apakah mentalitas di demokrasi kita sudah baik atau belum? Peserta Pemilunya, pemilihnya, penyelenggara pemilunya dan sebagainya," ujar Veri.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo sebelumnya meminta supaya wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD benar-benar dikaji secara serius di Komisi II DPR.

"Kami akan sampaikan ke komisi terkait, kalau ini pilkada, kan komisi II. Nanti komisi mengkomunikasikan ke parpol yang ada," kata Bambang saat menerima Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/3/2018).

(Baca juga : Pilkada Lewat DPRD Diyakini Tetap Rawan Korupsi)

Ketua MPR RI Zulkfili Hasan juga mendukung wacana tersebut. Sebab, biaya calon kepala daerah dalam pemilihan membutuhkan biaya yang besar dan rawan korupsi.

"Kan dari dulu itu, sebetulnya kan kita udah sepakat, karena gara-gara Perppu saja kan Pak SBY ngeluarin Perppu, enggak jadi. Sekarang berapa banyak yang kena OTT? Kita enggak punya jalan keluar. Pilkada itu biayanya besar," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen.

Zulkifli melihat wacana tersebut sebagai salah satu jalan menghindari para calon kepala daerah dari politik uang.

Sebab biaya kampanye dan saksi bagi calon kepala daerah cukup mahal.

"Contoh aja Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah. Itu kan TPS-nya bisa 80.000 kali Rp 200.000 saja udah Rp 160 miliar. Biayanya dari mana? Gaji gubernur Rp 100 juta, kan dia nyari sumbangan, sumbangan kan kadang sumbernya bisa enggak jelas," kata Zulkifli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com