Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bentuk Tim Pemantau Kasus Novel, Komnas HAM Sebut Hasil Rekomendasinya Wajib Dipatuhi

Kompas.com - 09/03/2018, 17:10 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, hasil rekomendasi Tim Pemantauan Kasus Novel Baswedan yang dibentuk pihaknya wajib untuk dipatuhi.

"Oleh karena itu semua pihak yang nantinya mendapatkan rekomendasi, ya harus mematuhinya. Ini tidak hanya soal mau tidak mau, tapi ini soal negara kita tunduk enggak terhadap hukum yang sudah kita sepakati, mandatorinya di situ," kata Choirul, dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/3/2018).

(Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim Pemantauan Kasus Novel Baswedan)

Tim ini mulai bekerja sejak keputusan sidang Paripurna Komnas HAM Nomor 02/SP/II/2018 tanggal 6 dan 7 Februari 2018 lalu, selama tiga bulan ke depan.

Choirul mengatakan, dalam konteks HAM, patuh atau tidaknya pihak yang nantinya diberikan rekomendasi akan menunjukan apakah pihak tersebut tunduk terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM ataupun Konstitusi.

Dia mengatakan, tim yang beranggotakan tujuh orang itu saat ini sedang mengumpulkan keterangan dan dokumen terkait kasus Novel.

Menurutnya, Komnas HAM berencana mengambil keterangan berbagai pihak seperti dari KPK, Kepolisian, LSM, atau pihak lainnya yang memiliki informasi atau dokumen, yang berhubungan dengan terhambatnya penanganan kasus Novel. Termasuk meminta keterangan Novel sendiri.

Soal pihak mana yang nanti akan diberikan rekomendasi, lanjut dia, tentunya bergantung pada hasil temuan tim ini.

"Soal hasil apa dan ditujukan ke mana tergantung temuan, tergantung nanti kewenangan. Jadi kalau menemukan sesuatu, kita cek kewenangannya. Di situlah rekomendasi akan dialamatkan," ujar Choirul.

Senada dengan Choirul, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM yang juga Ketua Tim Pemantauan Kasus Novel ini, Sandrayati Moniaga mengatakan, rekomendasi Komnas HAM merupakan sesuatu yang mesti ditaati.

"Rekomendasi Komnas HAM memang berdasarkan undang-undang adalah suatu hal yang sewajarnya ditaati oleh pemerintah," ujar Sandrayati.

(Baca juga: Penuntasan Kasus Novel, Komnas HAM Mengaku Tidak Bisa Bantu Banyak)

 

"Jadi dalam hal ini, tentu soal kuat atau tidak kuat (daya tawar rekomendasi) tergantung political will, dan juga keseriusan pemerintah merespons apa yang kami sampaikan," ujar Sandrayati.

Diketahui, tujuan utama pembentukan tim ini di antarannya memastikan proses hukum terhadap peristiwa yang dialami Novel sesuai dengan koridor HAM, mendorong percepatan proses penanganan kasus Novel, dan mengungkap hambatan-hambatannya.

Pembentukan tim pemantauan tersebut karena Komnas HAM melihat penanganan kasus ini terkesan berlarut.

Penanganan kasus Novel sudah memasuki hari ke 333, namun kasus tersebut belum menemukan titik terang. Selain itu, kasus ini juga telah menarik perhatian publik secara luas.

Karenanya, berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya Pasal 89 terkait pelaksanaan fungsi pemantauan, Komnas HAM membentuk tim pemantauan kasus Novel ini.

Kompas TV Sudah 10 bulan kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, sejumlah pihak mendesak pemerintah membentuk tim gabungan pencari fakta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com