Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abraham Samad Minta Presiden Berantas Kapitalisme Kroni di Indonesia

Kompas.com - 09/03/2018, 11:19 WIB
Robertus Belarminus,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad meminta pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo dapat memberantas suburnya "crony capitalism" atau kapitalisme kroni di Indonesia.

Kapitalisme kroni merupakan istilah di dunia ekonomi untuk menyebut harta kekayaan konglomerat yang kesuksesan bisnisnya didapat dari kolaborasi atau hubungan dekat antara pengusaha dan penguasa.

Samad mengacu pada ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi nasional yang sudah mencapai taraf mengkhawatirkan dengan angka mencapai 49,3 persen.

Ironisnya, lanjut Samad, satu persen orang kaya di Indonesia menguasai 49 persen total kekayaan negara.

Menurut dia, terciptanya segelintir orang kaya di Indonesia tak lepas dari lemahnya pemerintah dalam memberantas kapitalisme kroni.

"Jangan tunda-tunda lagi, sudah saatnya Pak Jokowi, Presiden kita, menghapus ketimpangan dan kesenjangan ekonomi ini dengan tidak lagi menggelar karpet merah kepada segelintir konglomerat yang menguasai hampir setengah total kekayaan negara kita," kata Samad, melalui siaran pers, Jumat (9/3/2018).

Mengutip angka yang pernah dikeluarkan World Bank, lanjut Samad, Indonesia berada pada peringkat 7 "crony capitalism" paling tinggi di dunia.

Samad mengatakan, hampir dua pertiga harta kekayaan konglomerat Indonesia didapat dari hasil bisnis yang terkolaborasi dengan penguasa.

"Pertumbuhan ekonomi yang diklaim pemerintah itu sebenarnya hanya dinikmati oleh dua puluh persen penduduk terkaya di Indonesia. Sedangkan penduduk di level bawah, tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi ini,” ujar Samad.

Dia mengungkapkan, berdasarkan data riset Word Bank, 304 perusahaan besar di Indonesia menguasai 26 juta hektar konsesi hutan.

Ia membandingkan dengan 23,7 juta petani Indonesia yang memiliki luas tanah lebih kecil dibanding yang dimiliki para konglomerat, yakni 21,5 juta hektar lahan.

Fokus pemerintah, kata Abraham, seharusnya ditujukan kepada ketersedian lahan bagi petani yang tidak memiliki lahan pertanian atau perkebunan yang bisa mereka garap, agar terjadi distribusi pemerataan pengelolan kekayaan alam.

Mantan Ketua KPK periode 2011-2015 itu menengarai masih tumbuh suburnya kapitalisme kroni di Indonesia, tidak lepas dari perilaku koruptif dan rendahnya integritas atau moralitas bangsa.

Pemberian konsesi dan fasilitas luar biasa terhadap konglomerat, kata Samad, tidak lepas dari faktor kesejarahan, di mana pada masa lalu konsesi lahan hanya diberikan kepada kroni-kroni penguasa.

Demikian juga kesempatan dalam mengelola kekayaan alam selalu jatuh kepada orang dekat, kerabat dan kroni penguasa.

Akibatnya ketika rezim berganti, konsesi lahan masih dimiliki konglomerat besar karena masa konsensinya belum habis.

Di sisi lain, eksploitasi sumber daya alam yang terbatas mengakibatkan kerusakan lingkungan parah.

"Tetapi jika ada kemauan politik dari pemerintah, regulasi pemberian konsensi itu bisa saja ditinjau-ulang melalui regulasi baru. Selain itu, pemerintah bisa menciptakan garapan baru bagi tiga belas juta petani yang belum memiliki lahan ini," ujar Samad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pimpinan MPR: Mooryati Soedibyo Sosok Inspiratif Perempuan Indonesia

Pimpinan MPR: Mooryati Soedibyo Sosok Inspiratif Perempuan Indonesia

Nasional
Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Sebagai Pemenang Pilpres 2024

Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Sebagai Pemenang Pilpres 2024

Nasional
AHY: Selamat Pak Prabowo-Gibran, Presiden Terpilih 2024-2029

AHY: Selamat Pak Prabowo-Gibran, Presiden Terpilih 2024-2029

Nasional
Apresiasi Putusan MK, AHY: Kami Tahu Beban dan Tekanan Luar Biasa

Apresiasi Putusan MK, AHY: Kami Tahu Beban dan Tekanan Luar Biasa

Nasional
Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Nasional
Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Nasional
Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Nasional
Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com