Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indo Barometer: Koalisi Poros Ketiga pada Pilpres 2019 Agak Sulit Terwujud

Kompas.com - 07/03/2018, 17:22 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai peluang terwujudnya poros koalisi ketiga di luar kubu pendukung Joko Widodo dan pendukung Prabowo Subianto agak sulit dilaksanakan. Sebab, ada berbagai potensi persoalan yang bisa mengganggu jalannya koalisi poros ketiga.

"Kalau bicara partai poros ketiga hemat saya harus lihat Partai Demokrat. Karena Demokrat adalah partai yang paling besar di antara tiga partai yang ada (PAN, PKB, Demokrat). Jadi, dia menentukan arah koalisi," ujar Qodari pada diskusi media bertema Peta Politik Indonesia: Kiprah ICMI dalam Tahun Politik 2018, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Jika membahas Demokrat, kata dia, sosok yang menjadi sorotan adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Qodari mengasumsikan, jika AHY dijadikan sebagai calon presiden di poros ketiga, maka hal itu akan memunculkan pertanyaan apakah Muhaimin Iskandar dari PKB dan Zulkifli Hasan dari PAN bersedia menerima kesepakatan tersebut.

Baca juga : Peneliti LIPI: Munculkan Poros di Luar Jokowi dan Prabowo Jadi Tantangan Pilpres 2019

"Katakanlah Muhaimin mau, tapi Zulkifli Hasan mau enggak dengan AHY-Muhaimin? Atau misalnya AHY-Zulkifli Hasan, mau enggak Muhaimin mendukung? Agak susah," ujar dia.

Hal itulah yang membuat pencalonan Agus sebagai capres pada poros ketiga agak rumit. Qodari juga mengasumsikan, apabila dimasukkan variabel nama Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai capres, maka Demokrat akan tetap mengutamakan AHY sebagai pendamping.

"Enggak mungkin dilepas sama SBY, enggak mungkin Pak SBY mendukung Gatot jadi capres terus wakilnya Muhaimin atau Zulkifli Hasan," kata Qodari.

Baca juga : PDI-P Anggap Poros di Luar Jokowi dan Prabowo Sulit Terbentuk

Jika Gatot-AHY diasumsikan menjadi pasangan dari koalisi poros ketiga, Qodari menilai hal itu akan menimbulkan potensi penolakan dari PKB dan PAN.

"Berarti kalau Gatot-Agus, itu kan militer militer. Ya mau enggak itu Gatot-Agus kemudian didukung Muhamin dan Zulkifli Hasan?" ujarnya.

Resiko lainnya, kata dia, jika hasil survei elektabilitas komposisi calon poros ketiga cenderung kecil. Hal itu akan membuat PKB dan PAN bisa berpaling ke koalisi pendukung Jokowi atau pendukung Prabowo.

Berkaca pada Pilpres 2009

Qodari pun berkaca kepada koalisi poros ketiga pada Pilpres 2009 lalu. Menurut dia, koalisi poros ketiga pada Pilpres 2009 cenderung lebih sederhana, dikarenakan komposisi koalisi pada waktu itu hanya terdiri dari dua partai, yakni Golkar dan Hanura.

"Pak JK Ketua Golkar, Pak Wiranto Ketua Hanura dan dua partai ini bergabung sudah memenuhi persyaratannya (mengusung capres-cawapres)," kata Qodari.

Hal itulah yang tidak ia lihat pada pilpres 2019 nanti. Sebab, tidak ada faktor kesederhanaan komposisi parpol dan pimpinan parpol.

"Jadi mempertemukan tiga partai dengan tiga pimpinan dengan aspirasi yang berbeda ini yang membuat kesulitan," ujarnya.

Selain itu, koalisi poros ketiga akan sulit terwujud pada 2019, apabila setiap partai memiliki ambisi yang kuat dan kalkulasi politik yang rumit.

Kompas TV Agustus 2018 adalah masa pendaftaran capres dan cawapres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com