Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri Sebut Biaya Kampanye Pilkada Sampai Rp 100 Miliar Ciptakan Budaya Korup

Kompas.com - 06/03/2018, 17:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan untuk mengikuti pemilihan kepala daerah, calon bupati setidaknya harus punya modal Rp 20 miliar dan calon gubernur sekitar Rp 100 miliar.

Politik berbiaya tinggi menjadi budaya sebab modal politik pun mahal. Banyak pos anggaran yang haris dikeluarkan calon kepala daerah seperti biaya saksi, biaya kampanye, bahkan mahar politik.

Tingginya biaya politik tersebut membuat peserta pilkada mencari sumber pendanaan lain di luar pendapatannya.

"Kalau kita hitung gaji, ya enggak akan bisa mencukupi. Modalnya sudah keluar. Akhirnya yang terjadi adalah tindak pidana korupsi," ujar Tito di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Selasa (6/3/2018).

Selama ini, kata Tito, yang banyak terjadi adalah kepala daerah tersebut diciduk penegak hukum setelah sebulan resmi menjabat. Hal ini dikarenakan kepala daerah tersebut menggunakan APBD, uang hasil memeras, ataupun jual beli jabatan untuk membiayai ongkos politiknya. Hal tersebut yang dikritisi Tito dari sistem Pilkada langsung.

Baca juga : Mahalnya Ongkos Politik...

Namun, karena sistem ini sudah berjalan, maka langlah penegak hukum adalah pengawasan agar jangan sampai terjadi korupsi. Oleh karena itu, Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK meneken nota kesepahaman mengenai penanganan kasus korupsi yang menimpa calon kepala daerah.

"Tidak ada jalan lain selain kita mengintensifkan kegiatan-kegiatan untuk menekan jangan sampai Pilkada ini dipenuhi dengan politik penggunaan uang," kata Tito.

MoU penegak hukum

Sementara itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, nota kesepahaman tersebut merupakan wujud konsistensi dan kesadaran bersama aparat penegak hukum dalam mencegah dan menangani korupsi selama Pilkada serentak.

Sebab, kata dia, para pasangan calon dan tim suksesnya cenderung menghalalkan segala cara demi memenangkan kontestasi politik. Mulai dari menyalahgunakan kekuasaan, mengumbar janji, dan hingga melakukan politik uang agar mendapat dukungan.

Baca juga : Imas Diduga Gunakan Sebagian Uang Suap untuk Biaya Kampanye Pilkada

Ia melihat, berdasarkan pengalaman selama ini, selalu ditemukan kasus politik uang dalam pelaksanaan pemilu maupun Pilkada.

"Sekarang kontestasi politik digambarkan prosesi ya.g sangat mahal. Timbul anggapan hanya calon kepala darah yang sumber keuangannya kuat yang mampu memenangi pemilihan," kata Prasetyo.

Hal tersebut, kata Prasetyo, akan memicu calon kepala daerah akan melakukan hal apapun agar biaya politiknya terpenuhi. Tren korupsi selama Pilkada, kata Prasetyo, biasanya dilakukan petahana atau mantan kepala daerah yang bertarung untuk Pilkada di tingkatan atas.

Mereka rela mengambil anggaran daerah demi mempertahankan dan meraih kembali kekuasaan yang selama ini dipegangnya.

"Ini berimplikasi ajang kontestasi Pilkada hanya sekedar melahirkan pejabat publik yg bermental koruptif. Akan mempengaruhi kualitas pemerintah yang rentan penyelewengan dan menyalahgunakan wewenang dan berpotensi merugikan keuangan negara," kata Prasetyo.

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak termakan berita-berita yang menyesatkan dari media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com