JAKARTA, KOMPAS.com — Partai politik saat ini sedang memproses penggodokan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk diusung pada Pilpres 2019. Saat ini, muncul wacana membentuk poros baru selain kubu pendukung Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PAN Yandri Susanto. Yandri menilai saat ini masih ada kemungkinan untuk memunculkan capres selain dua nama tadi, yang elektabilitasnya kerap mendominasi di berbagai survei.
Ia mengatakan, saat ini masih tersisa lima partai yang belum mendeklarasikan capres, yakni Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat.
Menurut dia, jumlah kursi dari kelima partai ini cukup untuk membentuk poros baru.
Jika diasumsikan Gerindra dan PKS yang dimungkinkan mengusung Prabowo, maka PAN, PKB, dan Demokrat bisa mengusung capres baru. Jumlah kursi ketiganya yang sebesar 27,85 persen, cukup untuk mengusung capres.
"Memungkinan, kalau sampai pada saat hari ini di antaranya lima parpol belum ada yang ke Pak Jokowi masih bisa. Bisa dua calon lagi. Artinya, Gerindra dengan calon sendiri karena dia cukup ambil satu partai. Nah tiga partai lain bisa buat poros baru," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2018).
(Baca juga: Fadli Zon Lihat Ada Upaya Ciptakan Oligarki di Pilpres 2019)
Sejumlah nama tersebut ialah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Meski nama-nama tersebut belum bisa mengimbangi elektabilitas Jokowi dan Prabowo, ia meyakini mereka tetap berpotensi sebagai capres.
"Itu ceritanya banyak ya. Kayak dulu misal Prabowo-Hatta, itu Bang Hatta dulu enggak muncul di survei, kan. Tapi setelah muncul sah sebagai calon kan akhirnya masyarakat tahu. Artinya, elektabilitas pasti mengiringi calon yang sah," ujar Yandri.
"Jadi kami tidak terlalu khawatir memunculkan calon baru meskipun elektabilitasnya belum begitu bagus. Itu bukan suatu kendala. Prabowo-Hatta dulu sangat rendah. Tapi ketika bertarung dengan Pak Jokowi, kan, bedanya 3 persen saja," kata dia.
Akan tetapi, kata Yandri, poros baru bisa terbentuk jika dua partai yang cukup berpengaruh secara jumlah kursi tidak masuk ke dalam poros Jokowi atau Prabowo.
Jika salah satu dari keduanya bergabung ke poros yang sudah ada, maka poros baru tak bisa terbentuk.
(Baca juga: Pilpres 2019, PAN Kemungkinan Tak Usung Jokowi)
Sementara itu, Ketua DPP PKB Lukman Edy menilai, pembentukan poros baru memang memungkinkan. Di dalamnya tentu akan diperlukan peran partainya yang saat ini memiliki posisi strategis.
Ia mengatakan, PKB memiliki posisi strategis dalam Pilpres 2019 lantaran merebaknya populisme Islam di Indonesia.