JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi, untuk kooperatif dalam proses persidangan.
Fredrich sebelumnya mengancam tidak akan mau lagi hadir dalam persidangan-persidangan berikutnya karena eksepsi atau nota keberatannya ditolak hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, jika hakim menolak eksepsi, artinya semua keberatan yang disampaikan itu sudah tidak relevan secara hukum. Apalagi kalau kemudian itu masih dipersoalkan lebih lanjut.
"Saya kira lebih baik terdakwa kooperatif dengan proses hukum, hadiri proses persidangan, karena itu kan kewajiban dari proses hukum yang berlaku, kita harus hormati institusi peradilan ini," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (5/3/2018).
Kalau memang terdakwa keberatan atau punya bukti yang lain, lanjut Febri, silakan diuji di proses persidangan jika mau membantah KPK.
(Baca juga: Kepada Hakim, Fredrich Ancam Tak Mau Lagi Hadiri Persidangan)
"Bantahlah dengan bukti," ujar Febri.
Sementara jika Fredrich mengancam tidak mau bicara di sidang berikutnya, Febri mengatakan itu merupakan hak yang bersangkutan.
"Perlu kami sampaikan bahwa terdakwa memang punya hak bicara secara bebas, termasuk untuk tidak bicara, kami tidak akan terpengaruh dengan hal tersebut," ujar Febri.
Namun, KPK berharap sikap Fredrich tidak mengulur proses persidangan. Karena prinsip dari persidangan, lanjut Febri, seharusnya cepat dan sederhana.
Soal apakah perilaku Fredrich ini akan memperberat hukuman, Febri mengatakan putusan ada di tangan hakim. Namun, jaksa KPK bisa mempertimbangkannya sebagai hal memberatkan dalam tuntutannya.
(Baca juga: Hakim Tolak Permintaan Fredrich untuk Hadirkan Pimpinan dan Penyidik KPK)
Fredrich sebelumnya didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman maksimal pasal ini yakni 12 tahun penjara.
"Kalau tidak ada sikap kooperatif dengan proses hukum, tidak tertutup kemungkinan tuntutan seberat-beratnya akan diajukan diproses persidangan. Tetapi sekali lagi, tentu saja, penuntut tetap akan mempertimbangkan apa alasan meringankan, apa alasan memberatkan," ujar Febri.
Fredrich sebelumnya naik pitam saat permohonannya ditolak majelis hakim. Fredrich mengancam tidak akan mau lagi hadir dalam persidangan-persidangan berikutnya.
Hal itu dikatakan Fredrich seusai hakim membacakan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/3/2018).
"Kalau memang majelis hakim berpendapat begini, kami enggak akan menghadiri sidang lagi. Saya punya hak asasi manusia. Kalau Bapak (hakim) memaksa kehendak Bapak. Kami memaksa enggak akan hadir," ujar Fredrich kepada hakim.