Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencegahan Korupsi Dianggap Lebih Efektif Jika Kementerian dan Lembaga Berkolaborasi

Kompas.com - 05/03/2018, 15:29 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mendorong agar upaya pemberantasan korupsi mengedepankan aspek pencegahan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Upaya pencegahan yang dilakukan sekarang dianggap kurang efektif.

Kantor Staf Presiden mendorong sistem kolaborasi dalam pencegahan korupsi bersama sejumlah kementerian dan lembaga.

"Ketika koordinasi masih menjadi permasalahan pokok, maka struktur kerja yang melibatkan lintas lembaga perlu diperhatikan," ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam keterangan tertulis, Senin (5/3/2018).

Hal itu disampaikan Moeldoko dalam pertemuan bersama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie, dosen Universitas Indonesia Bivitri Susanti, Inspektur Jenderal Kemendagri Sri Wahyuningsih, Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas Prahesti Pandanwangi dan beberapa pihak lainnya.

(Baca juga: KPK, LKPP, dan Pemda Bahas Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa)

 

Moeldoko menilai, jika ada kemauan dari setiap pihak yang menangani masalah ini, pasti ada jalan untuk mengurai benang merah.

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko.Fabian Januarius Kuwado Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko.

 

Pencegahan korupsi, kata dia, harus dilihat sebagai upaya yang positif bagi lembaga yang diminta untuk melakukan pencegahan korupsi.

“Seorang inspektur kadang tidak disukai karena memberi pendapat bagaimana cara kita bekerja, namun inspektur seharusnya dilihat sedang berupaya mencegah kita melakukan kesalahan yang tidak kita sadari,” kata Moeldoko.

Oleh karena itu, KSP akan mengurai benang merah ini dengan berkoordinasi dengan Kementerian terkait. Moeldoko menegaskan, setiap titik rawan korupsi harus dicegah bersama.

 

Penindakan belakangan

Sementara itu, menurut Jimly, sebaiknya pemerintah tidak hanya mengedepankan aspek penindakan, tapi juga pencegahan dalam kasus korupsi. Ia mengatakan, penindakan baru dilakukan jika pencegahan sudah tidak bisa dilakukan.

"Namun, pencegahan tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada kolaborasi dari semua pihak. Pemimpin harus siap ikut bertanggung jawab apabila bawahannya ada yang korupsi," kata Jimly.

(Baca juga: MoU Silakan, tapi Kembalikan Uang Korupsi Tak Hilangkan Pidana)

Bila perlu, kata Jimly, pemerintah perlu mempertimbangkan merancang Undang-Undang khusus tentang Sumpah Jabatan dan Tata Cara Pertanggungjawaban Publik.

Dalam kesempatan yang sama, Bivitri menilai kolaborasi antara KPK dengan pemerintah perlu mempertimbangkan posisi KPK yang independen.

Namun, bukan berarti KPK tidak bisa berkolaborasi dengan pemerintah dalam hal pencegahan korupsi.

Oleh karena itu, menurut dia, perlu payung hukum yang tepat untuk mengakomodasi kolaborasi pencegahan korupsi antara KPK dengan Pemerintah.

"Payung hukum ini berfungsi untuk memastikan kolaborasi yang lebih efektif tanpa mengurangi independensi KPK. Bivitri memandang, payung hukum yang ideal adalah Peraturan Pemerintah," kata Bivitri.

 

Rawan tumpang tindih

Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden, Abraham Wirotomo, menyatakan, semangat pencegahan korupsi sudah tumbuh di berbagai Kementerian. Namun, masih rawan tumpang tindih yang menimbulkan beban administrasi yang tinggi.

Oleh karena itu, menurut Abraham, perlu strategi khusus untuk mengelola kolaborasi pencegahan korupsi bila ingin mewujudkan pencegahan korupsi yang efektif.

(Baca juga: Bibit Samad Rianto: Ada Lima Hal untuk Cegah Calon Kepala Daerah Korupsi)

 

Saat ini, Pemerintah Daerah harus melaporkan perkembangan program pencegahan korupsi kepada KPK, Kemendagri, dan Bappenas. Dengan demikian, para pelaksana program sibuk memikirkan pelaporan ketimbang pelaksanaan programnya.

Sementara itu, Sri Wahyuningsih melihat upaya pencegahan belum efektif lebih pada masalah implementasi, bukan pada programnya.

Ia mencontohkan peran inspektorat di daerah yang belum bisa berperan optimal karena tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan koordinasi dengan dinas-dinas yang lain.

"Di sisi lain, KemenPAN-RB menemukan banyaknya penggunaan aplikasi pengawasan yang sering tumpang tindih antarkementerian," kata Sri.

Pada diskusi yang sama, Prahesti Pandanwangi, menyampaikan bahwa Bappenas tengab merevisi Perpres 55/2012 tentang Strategi Nasional Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi. Revisi dari Perpres 55/2012 diyakini dapat mengakomodasi kolaborasi yang lebih efektif.

Diketahui, upaya peningkatan kolaborasi sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 sebagai salah satu kegiatan prioritas Pemerintah di tahun 2017.

Upaya pencegahan korupsi bisa lebih bersinergi apabila kolaborasi dan sinergi dimulai sejak penyusunan rencana pencegahan korupsi di masing-masing kementerian dan lembaga.

Kompas TV Jelang Pemilihan Kepala Daerah, justru para petahana ditangkap atau jadi tersangka KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com