Oleh karena itu, menurut dia, perlu payung hukum yang tepat untuk mengakomodasi kolaborasi pencegahan korupsi antara KPK dengan Pemerintah.
"Payung hukum ini berfungsi untuk memastikan kolaborasi yang lebih efektif tanpa mengurangi independensi KPK. Bivitri memandang, payung hukum yang ideal adalah Peraturan Pemerintah," kata Bivitri.
Rawan tumpang tindih
Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden, Abraham Wirotomo, menyatakan, semangat pencegahan korupsi sudah tumbuh di berbagai Kementerian. Namun, masih rawan tumpang tindih yang menimbulkan beban administrasi yang tinggi.
Oleh karena itu, menurut Abraham, perlu strategi khusus untuk mengelola kolaborasi pencegahan korupsi bila ingin mewujudkan pencegahan korupsi yang efektif.
(Baca juga: Bibit Samad Rianto: Ada Lima Hal untuk Cegah Calon Kepala Daerah Korupsi)
Saat ini, Pemerintah Daerah harus melaporkan perkembangan program pencegahan korupsi kepada KPK, Kemendagri, dan Bappenas. Dengan demikian, para pelaksana program sibuk memikirkan pelaporan ketimbang pelaksanaan programnya.
Sementara itu, Sri Wahyuningsih melihat upaya pencegahan belum efektif lebih pada masalah implementasi, bukan pada programnya.
Ia mencontohkan peran inspektorat di daerah yang belum bisa berperan optimal karena tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan koordinasi dengan dinas-dinas yang lain.
"Di sisi lain, KemenPAN-RB menemukan banyaknya penggunaan aplikasi pengawasan yang sering tumpang tindih antarkementerian," kata Sri.
Pada diskusi yang sama, Prahesti Pandanwangi, menyampaikan bahwa Bappenas tengab merevisi Perpres 55/2012 tentang Strategi Nasional Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi. Revisi dari Perpres 55/2012 diyakini dapat mengakomodasi kolaborasi yang lebih efektif.
Diketahui, upaya peningkatan kolaborasi sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 sebagai salah satu kegiatan prioritas Pemerintah di tahun 2017.
Upaya pencegahan korupsi bisa lebih bersinergi apabila kolaborasi dan sinergi dimulai sejak penyusunan rencana pencegahan korupsi di masing-masing kementerian dan lembaga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.