Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Calon Kepala Daerah Ini Diduga Terima Suap untuk Modal Kampanye

Kompas.com - 02/03/2018, 09:16 WIB
Robertus Belarminus,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Biaya atau ongkos politik menjadi seorang kepala daerah tidaklah murah. Tak sedikit yang kemudian terjerat kasus korupsi dalam memenuhi kebutuhan ongkos politik mereka. Hal itu karena mereka melakukannnya dengan perbuatan atau cara-cara yang melawan hukum.
 
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, dari beberapa kasus yang ditangani, KPK menemukan fakta bahwa biaya politik memang tidaklah murah.

Tak hanya untuk kampanye, lanjut Basaria, biaya tersebut meliputi pembayaran saksi hingga mahar. KPK sudah melakukan kajian untuk mengatasi hal ini.

Misalnya, seharusnya partai politik dalam merekrut anggotanya menerapkan persyaratan khusus. Setelah menjadi anggota partai, harus dilakukan kaderisasi.

"Setelah jadi anggota partai tentunya harus ada kaderisasi termasuk tidak menghalalkan segala macam cara. Jadi partai, dia jadi anggota politik, jangan dimanfaatkan untuk dapat penghasilan dengan cara tidak halal," kata Basaria, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Baca juga : Ongkos Pemilu Mahal, Gerindra Ungkit Usul Pilkada Lewat DPRD

KPK juga sudah mengunjungi 10 partai politik yang mempunyai kursi di parlemen. Dari pertemuan dengan para partai politik itu KPK menekankan mengenai kode etik partai.

Dalam kajian KPK, subsidi pemerintah untuk dana partai politik juga masih rendah. Saat ini, pemerintah baru menyanggupi Rp 1.200 persuara.

Padahal, kajian KPK menyarankan seharusnya dana untuk parpol sebesar Rp 10.000 persuara. "Kita juga ada saran agar biaya saksi dan kampanye difasilitasi pemerintah, termasuk kampanye," ujar Basaria.

Meski begitu, lanjut Basaria, apapun alasannya politik haruslah bersih. Jika tidak, begitu menjadi kepala daerah, justru berpotensi berperilaku koruptif.

Baca juga : Mahalnya Ongkos Politik...

"Karena tidak mungkin pengusaha beri uang pada para calon tanpa ada kompensasi, tidak ada yang gratis," ujar dia.

"Tentu kita enggak bisa kita katakan semua (seperti itu). Walau prediksi kita, bisa saja (semua), tapi kita enggak bisa buktikan. Yang bisa kita katakan yang sudah, pasti yang kita sudah tangkap," ujar dia.

Sepanjang Januari hingga Maret 2018, terdapat sejumlah calon kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, karena mencari modal untuk ongkos politik lewat cara kotor. Berikut daftar yang dirangkum Kompas.com:

1. Cagub Sultra

Kasus terbaru yakni tertangkapnya calon gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun. Selain Asrun, KPK menangkap anak Asrun, Adriatma Dwi Putra, yang merupakan Wali Kota Kendari.

Calon gubernur Sulawesi Tenggara 2018-2023, Asrun (kanan) dan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (kiri) dikawal petugas saat tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (28/2/2018) malam. KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, cagub Sultra Asrun, mantan Kepala BPKAD Kendari Fatmawati Faqih dan pemilik dan Direktur PT Indo Jaya dan PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Calon gubernur Sulawesi Tenggara 2018-2023, Asrun (kanan) dan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (kiri) dikawal petugas saat tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (28/2/2018) malam. KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, cagub Sultra Asrun, mantan Kepala BPKAD Kendari Fatmawati Faqih dan pemilik dan Direktur PT Indo Jaya dan PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
Adriatma diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah senilai Rp 2,8 miliar.

Suap itu terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Kendari tahun 2017-2018. Uang suap tersebut diduga digunakan untuk ongkos politik ayahnya yang mencalonkan sebagai cagub Sultra di Pilkada 2018.

Baca juga : Kasus Suap Wali Kota Kendari Rp 2,8 Miliar untuk Kampanye Ayahnya di Pilgub Sultra

Asrun yang pernah berkuasa 10 tahun sebagai Wali Kota Kendari dua periode sejak 2007-2017 menggunakan mantan Kepala BPKAD Kota Kendari, Fatmawati Faqih, untuk jadi penghubung dengan pihak pemberi suap, dalam hal ini Hasmun.

Sementara Adriatma diduga bekomunikasi dengan Hasmun untuk meminta uang bagi kepentingan biaya politik ayahnya.

2. Cagub NTT

Kasus berikutnya terjadi pada calon gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae. KPK menduga, Bupati Ngada itu menerima suap untuk untuk biaya pencalonan sebagai gubernur NTT.

Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Bupati Ngada Marianus Sae, Senin (12/2/2018).Kompas.com/Robertus Belarminus Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Bupati Ngada Marianus Sae, Senin (12/2/2018).
Marianus diketahui maju sebagai bakal calon gubernur NTT di Pilkada 2018 bersama bakal cawagub NTT, Eni Nomleni.

"Apakah ini akan dilakukan untuk biaya kampanye, prediksi dari tim kami kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (12/2/2018).

Baca juga : Bupati Ngada Diduga Bakal Pakai Uang Suap untuk Ongkos Pilkada NTT

Hal ini baru sebatas dugaan karena KPK belum menemukan aliran dana dari Marianus untuk pihak-pihak yang terkait Pilkada NTT.

Meski begitu, saat operasi tangkap tangan dilakukan, Minggu (11/2/2018), KPK mendapati Marianus sedang bersama dengan Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT Ambrosia Tirta Santi.

Saat itu keduanya tengah bersama di sebuah hotel di Surabaya. KPK belum menemukan apakah Ambrosia diduga memperoleh sesuatu dari Marianus.

Marianus diduga menerima suap dari Wilhelmus terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Suap untuk Marianus diduga diberikan Dirut PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu.

Wilhelmus diketahui merupakan salah satu kontraktor di Kabupaten Ngada yang kerap mendapatkan proyek di Kabupaten Ngada sejak 2011. Dalam kasus ini, Marianus diduga menerima suap Rp 4,1 miliar dari Wilhelmus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com