JAKARTA, KOMPAS.com - Dinasti politik kembali jadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Asrun, yang merupakan calon gubernur Sulawesi Tenggara terlibat kasus suap.
Anak dan ayah itu diduga menerima suap-suap dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Kendari tahun 2017-2018.
Uang suap berasal dari Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. Suap itu digunakan Asrun untuk biaya politiknya maju sebagai calon gubernur Sulawesi Tenggara di Pilkada 2018.
Asrun yang pernah berkuasa 10 tahun sebagai Wali Kota Kendari sejak 2007-2017 menggunakan mantan Kepala BPKAD Kota Kendari, Fatmawati Faqih, untuk jadi penghubung dengan pihak pemberi suap, dalam hal ini Hasmun.
Baca juga : Politik Dinasti Jadi Hambatan Hasilkan Kepala Daerah Berkualitas
Kemudian, anak Asrun, Adriatma, yang merupakan Wali Kota Kendari periode 2017-2022 itu diduga bekomunikasi dengan Hasmun untuk meminta uang bagi kepentingan biaya politik ayahnya. Total suap yang diberikan diduga Rp 2,8 miliar.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyatakan dinasti politik telah menjadi sorotan KPK karena berdasarkan pengalaman selama ini, dinasti politik rentan dengan tindak pidana korupsi.
"Sudah berulang kali KPK juga mengatakan dinasti politik menjadi atensi di KPK karena kecenderungan untuk memiliki, atau meraup kekayaan di wilayah dalam kewenangannya," kata Basaria, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
Pemerintahan dengan dinasti politik di mana kasus korupsi terjadi sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Berikut beberapa kasus dinasti politik yang dihimpun Kompas.com.
1. Dinasti Atut di Banten
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menempatkan kerabatnya di pemerintahan Banten. Atut merupakan tersangka sejumlah kasus korupsi bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Dinasti Banten tak hanya dibangun Atut di jajaran pemerintah daerah, tapi juga antarprovinsi dan lembaga legislatif.
Baca juga : Membela Diri Sambil Menangis, Atut Mengaku Khilaf Korupsi
Anak Atut, Andika Hazrumy, menjabat sebagai anggota DPD Banten 2009-2014, sementara istrinya Ade Rossi Khoerunisa menjabat sebagai anggota DPRD Kota Serang 2009-2014.
Begitu pula dengan Ratu Tatu Chasanah, saudara Atut yang menjadi Wakil Bupati Kabupaten Serang 2010-2015.
Dinasti Banten keluarga Atut berawal dari sang ayah, Tubagus Chasan Sochib. Pria yang dikenal memegang kendali Banten itu mengantarkan pasangan Djoko Munandar-Ratu Atut sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2001.
2. Dinasti Kukar
Kasus Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari menunjukan dinasti politik di suatu daerah kental dengan korupsi. Sebelum Rita tersandung kasus korupsi, ayah Rita, yang juga mantan Bupati Kutai Kertanegara, Syaukani Hassan Rais lebih dulu menjadi terpidana kasus korupsi.
Sepanjang 2001-2005, Syaukani berhasil meraup dana sebesar Rp 93,204 miliar. Sementara Rita, merupakan tersangka tiga kasus korupsi.
Baca juga : Daftar Gratifikasi Rita Widyasari, Mulai Dari Proyek Rumah Sakit hingga Mall
Kasus pertama yakni terkait suap pemberian operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit Golden Prima. Dalam kasus ini, dia menerima suap Rp 6 miliar.
Kasus berikutnya yakni Rita diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya. Dia diduga menyamarkan gratifikasi senilai Rp 436 miliar. Dia juga menjadi tersangka pencucian uang karena menyamarkan gratifikasi.
3. Dinasti Cimahi
Wali Kota Cimahi periode 2012-2017 Atty Suharti bersama suaminya, Itoc Tochija, menjadi tersangka kasus penerimaan suap terkait proyek pembangunan pasar di Cimahi, dengan nilai total proyek mencapai Rp 57 miliar.
Atty dan suaminya ditangkap petugas KPK setelah diduga menerima suap dari dua pengusaha.
Baca juga : KPK: Suami Wali Kota Cimahi Kendalikan dan Jual Pengaruh Istrinya
Dalam kasus di Cimahi, Itoc merupakan Wali Kota Cimahi dalam dua periode sebelumnya. Posisinya kemudian digantikan oleh istrinya, Atty Suharti.
Dalam penyelidikan, ternyata Itoc berperan aktif dalam mengendalikan kebijakan, termasuk mengatur pemenang tender dalam proyek pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kota Cimahi.
4. Dinasti Fuad di Bangkalan
Mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron adalah contoh lain dari dinasti politik. Dia merupakan penguasa di Bangkalan selama 10 tahun atau dua periode mulai 2003 sebelum turun takhta pada 2013.
Pada 2014, Fuad yang terbentur aturan menjabat Bupati Bangkalan karena sudah dua periode, dilantik putranya menjadi anggota DPRD Bangkalan. Dia kemudian terpilih menjadi Ketua DPRD Bangkalan 2014-2019.
Baca juga : Putra Fuad Amin Dituding Bocorkan APBD Bangkalan 2014
Ayah dan anak itu kemudian memimpin lembaga eksekutif dan legislatif di Bangkalan. Hal ini menjadi ironi karena DPRD selaku lembaga legislatif yang punya peran mengawasi Pemkab Bangkalan selaku eksekutif, dipimpin oleh ayah dan anak.
Pada Desember 2014, Fuad ditangkap oleh KPK. Selama menjadi Bupati Bangkalan dan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad disebut telah menerima uang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi terkait jabatannya, yaitu menerima dari bos PT MKS Antonius Bambang Djatmiko sebesar Rp 18,05 miliar.
Uang suap diberikan Bambang agar Fuad yang saat itu menjabat sebagai bupati memuluskan perjanjian konsorsium kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya, serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.
Fuad juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan mengalihkan harta kekayaannya ke sejumlah rekening di bank. Selain itu, terdapat juga pembelian sejumlah aset berupa tanah dan bangunan serta mobil yang diatasnamakan istri dan anak Fuad.
5. Dinasti Klaten
Dinasti politik juga terdapat di Klaten. Hal tersebut menjadi sorotan terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Bupati Klaten periode 2016–2021, Sri Hartini.
Sri Hartini merupakan istri dari mantan Bupati Klaten periode 2000-2005, Haryanto Wibowo. Haryanto kemudian digantikan oleh Sunarna. Pada pilkada 2010, Sunarna menggandeng Sri Hartini sebagai wakilnya.
Baca juga : Rincian Suap Rp 12,8 Miliar yang Diterima Bupati Klaten
Keduanya pun memenangi pilkada 2010. Keluarga Haryanto kembali masuk dalam lingkaran kekuasaan di Klaten.
Setelah menjabat dua periode tahun 2005-2015, Sunarna kemudian digantikan Sri Hartini. Sri Hartini dilantik bersama Wakil Bupati Klaten Sri Mulyani pada 17 Februari 2016.
Uniknya, Sri Mulyani merupakan istri Sunarna. Terpilihnya Hartini dan Mulyani membuat Klaten sejak tahun 2000, dipimpin bupati dan wakil bupati dari dua keluarga, yaitu keluarga Sunarna dan Haryanto.
6. Dinasti Banyuasin
Bupati Banyuasin periode 2013-2018, Yan Anton Ferdian ditangkap KPK terkait kasus suap proyek di dinas pendidikan Banyuasin.
Baca juga : Megawati Sindir Bupati Banyuasin yang Pakai Uang Suap untuk Naik Haji
Dalam kasus ini, Yan diduga menjanjikan sebuah proyek di dinas pendidikan kepada pengusaha berinisial Zulfikar, yang merupakan direktur CV PP. Sebagai imbalan, dia meminta Rp 1 miliar kepada Zulfikar.
Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang Rp 229,8 Juta dan 11.200 dollar Amerika Serikat dari Yan Anton. Yan Anton diduga menggunakan uang dari Zulfikar untuk menunaikan ibadah haji.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.