Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/02/2018, 14:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito di Yogyakarta bukanlah tanpa alasan. Nama Prof. Dr. Sardjito disematkan sebagai nama rumah sakit atas dedikasinya dalam bidang pendidikan dan kesehatan pada era perjuangan kemerdekaan.

Sardjito merupakan putra dari seorang guru bernama Sajit. Sardjito lahir pada tanggal 13 Agustus 1889 di Desa Purwodadi, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Pada tahun 1907 Sardjito menyelesaikan pendidikan formalnya di Sekolah Belanda Lumajang.

Setelah itu, Sardjito melanjutkan pendidikan di STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen), Jakarta, dan berhasil Iulus pada tahun 1915.

Lulus dari Stovia, ia bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit Jakarta selama kurang satu tahun, lalu pindah ke Institut Pasteur Bandung sampai tahun 1920. Jiwa Sardjito sebagai seorang peneliti berkembang ketika ia mengikuti tim penelitian khusus di influenza di Institut Pasteur. Pada waktu itu, influenza menjadi momok bagi masyarakat.

Baca juga : UGM dan UII Ajukan Prof. Sardjito Jadi Pahlawan Nasional

Sebagai seorang dokter, Sardjito telah mencatat penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi masyarakat, di antaranya, obat penyakit batu ginjal (Calcusol), dan obat penurun kolestrol (Calterol). Ia menekankan agar kedua obat tersebut tidak dijual mahal.

"Tidak boleh menjual obat ini mahal-mahal. Obat ini untuk rakyat. Banyak rakyat yang menderita penyakit batu ginjal. Kasihan kalau mereka harus operasi," ujar Sardjito sebagaimana dikutip dari catatan makalah Prof. Dr. A.M. Hendropriyono.

Pejuang kemerdekaan dan peneliti multidisipliner

Pada masa revolusi kemerdekaan, Sardjito telah memberikan kontribusi nyata dalam membantu para pejuang kemerdekaan. Sardjito menciptakan makanan ransum bernama Biskuit Sardjito untuk para tentara pelajar yang sedang berjuang di medan perang.

Ia juga menciptakan vaksin anti penyakit infeksi untuk Typus, Kolera, Disentri, Staflokoken dan Streptokoken.

Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, di tengah perlawanan Belanda dan Sekutu, Sardjito memindahkan buku-buku milik sekolah tinggi kedokteran di Klaten dan Solo melalui kereta api.

Baca juga : 18 Tahun Jadi Provinsi, Bangka Belitung Belum Miliki Pahlawan Nasional

Pada saat yang sama, Institut Pasteur berpindah ke Klaten. Proses pengajaran pun berada di bawah tekanan konflik, dosen dan mahasiswa bergantian memegang senjata dan pena.

Sardjito merupakan perintis serta rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1950-1961, lalu menjabat sebagai rektor Universitas Islam Indonesia (UII) pada tahun 1961-1970.

Ia merupakan peneliti yang menggunakan pendekatan multidisipliner. Hal itu dibuktikan dengan karyanya berjudul "The Occurence in Indonesia of Two Diseases Rhinoscleroma and Bilharziasis Japonica Whose Spread is Rooted Deep in the Past". Karya ini dilakukan bersama ahli Paleoantrophologi G.H.R von Koenigswald.

Diusulkan jadi pahlawan nasional

Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) mengajukan Prof. Dr. Sardjito, MD, MPH untuk memperoleh gelar pahlawan nasional.

Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, bagi masyarakat Indonesia khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, nama Sardjito sudah tidak asing dan identik dengan nama rumah sakit umum pusat di Yogyakarta. Menurut Panut, nama Sardjito disematkan untuk menghargai jasa di bidang kesehatan dan pendidikan khususnya kedokteran.

"Sosok bersahaja Sardjito dalam kepribadiannya memiliki semboyan dengan memberi akan menjadi kaya semua itu tidak hanya menjadi semboyan belaka karena diamalkan sampai akhir hayat," kata Panut dalam Seminar Nasional Dalam Rangka Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional bagi Prof. Dr. M. Sardjito, MPH di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Sosok Sardjito saat muda dinilai sebagai sosok yang rajin, pandai, dan tekun. Panut juga melihat Sardjito memiliki semangat yang kuat dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Kiprah Sardjito yang besar berkontribusi dalam mempertahankan dan mengisi perjuangan kemerdekaan.

Kompas TV Pihak Pertamina menjelaskan kurangnya kuota Premium di pasaran karena pergeseran pola konsumsi masyarakat dari sebelumnya Premium beralih ke Pertalite
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Ditanya Wartawan Kapan Lantik Menkominfo Definitif, Jokowi: Belum

Ditanya Wartawan Kapan Lantik Menkominfo Definitif, Jokowi: Belum

Nasional
Berkunjung ke Malaysia, Jokowi Bakal Bahas Isu Perbatasan dan Perlindungan PMI

Berkunjung ke Malaysia, Jokowi Bakal Bahas Isu Perbatasan dan Perlindungan PMI

Nasional
Karhutla Diproyeksi Lebih Besar, Kepala BNPB Bertolak ke Riau Pagi Ini

Karhutla Diproyeksi Lebih Besar, Kepala BNPB Bertolak ke Riau Pagi Ini

Nasional
Soal Perpanjangan Jabatan KPK, Jokowi: Masih dalam Kajian Menko Polhukam

Soal Perpanjangan Jabatan KPK, Jokowi: Masih dalam Kajian Menko Polhukam

Nasional
Problematika Putusan MK Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Problematika Putusan MK Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Nasional
AHY Masuk Bursa Cawapres Ganjar dan Sikap Partai Koalisi Perubahan

AHY Masuk Bursa Cawapres Ganjar dan Sikap Partai Koalisi Perubahan

Nasional
Jokowi Melawat ke Singapura dan Malaysia Selama Dua Hari

Jokowi Melawat ke Singapura dan Malaysia Selama Dua Hari

Nasional
Kemenag: Jemaah Gelombang Kedua, Pakai Kain Ihram sejak di Embarkasi Indonesia

Kemenag: Jemaah Gelombang Kedua, Pakai Kain Ihram sejak di Embarkasi Indonesia

Nasional
Penjelasan KPU soal Dihapusnya Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye

Penjelasan KPU soal Dihapusnya Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye

Nasional
BMKG Peringkatkan Ancaman El Nino di Indonesia Mulai Juni 2023

BMKG Peringkatkan Ancaman El Nino di Indonesia Mulai Juni 2023

Nasional
Ketika Jokowi dan Megawati Tunjukkan Kekompakan Dukung Ganjar di Rakernas PDI-P...

Ketika Jokowi dan Megawati Tunjukkan Kekompakan Dukung Ganjar di Rakernas PDI-P...

Nasional
Kapan PK Moeldoko soal Kepengurusan Partai Demokrat Diadili? Ini Penjelasan MA

Kapan PK Moeldoko soal Kepengurusan Partai Demokrat Diadili? Ini Penjelasan MA

Nasional
Lukas Enembe Jalani Sidang Perdana Kasus Suap dan Gratifikasi Senin 12 Juni

Lukas Enembe Jalani Sidang Perdana Kasus Suap dan Gratifikasi Senin 12 Juni

Nasional
Aldi Taher dan Alienasi Politik

Aldi Taher dan Alienasi Politik

Nasional
AHY Jadi Kandidat Cawapres Ganjar, PKS: Pemimpin Berkualitas dan Punya Nilai Jual

AHY Jadi Kandidat Cawapres Ganjar, PKS: Pemimpin Berkualitas dan Punya Nilai Jual

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com