Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Tak Didesak, Pemerintah Terkesan Tak Dukung TGPF Novel

Kompas.com - 23/02/2018, 20:52 WIB
Robertus Belarminus,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik pernyataan Menkopolhukam Wiranto yang meminta pemerintah jangan didesak mengenai pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyerangan penyidik Novel Baswedan.

Pernyataan itu justru menunjukkan pemerintah tidak mendukung pembentukan tim tersebut.

"Pernyataan Wiranto jelas tidak mendukung bahkan cenderung defensif," kata Boyamin, lewat pesan tertulis, Jumat (23/2/2018).

Boyamin menyatakan, Wiranto semestinya mendukung agar pemerintah membentuk TGPF kasus Novel. Hal ini demi tegaknya keadilan atas kasus yang sudah 10 bulan lebih belum terpecahkan itu.

"Semestinya Wiranto mendukung demi tegaknya keadilan, dan yang penting untuk pemberantasan korupsi karena apapun juga (pemberantasan korupsi) menjadi program pemerintah," ujar Boyamin.

Baca juga : Wiranto Minta Pemerintah Jangan Didesak-desak Soal TGPF Novel Baswedan

Sama seperti masyarakat sipil lainnya, MAKI menyatakan mendukung pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo membentuk TGPF.

"Jika kasus Novel tidak terungkap maka dapat dipastikan kedepannya makin suram, karena koruptor akan menggunakan segala cara termasuk teror untuk hindari proses hukum," ujar Boyamin.

Dia menilai, Presiden Jokowi terlalu banyak pertimbangan dalam mengambil keputusan soal TGPF kasus Novel. Dia menduga terdapat hambatan bagi Jokowi dari kekuatan politik yang tidak menginginkan KPK semakin kuat.

Pernyataan Jokowi bahwa akan mengambil langkah selanjutnya kalau Polri menyerah dengan kasus Novel dianggap menunda waktu.

"Mestinya Presiden lebih mementingkan pemberantasan korupsi dalam bentuk penguatan KPK yang tercermin salah satunya TGPF Novel. Presiden tidak boleh menunda-nunda menunggu polisi menyerah. Dengan menunda-nunda maka bukti-bukti kejahatan terhadap Novel akan makin sulit ditemukan," ujar Boyamin.

Jokowi kalah tanggap daripada SBY

Menurut dia, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono lebih berani dalam mengambil tindakan ketika Novel ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan dalam kasus pencuri sarang burung walet.

Para pegiat antikorupsi yakin penangkapan Novel merupakan kriminalisasi karena KPK menetapkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang saat itu calon tunggal Kapolri sebagai tersangka perkara dugaan korupsi.

Peristiwa yang dituduhkan kepada Novel itu terjadi saat Novel baru empat hari menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu.

Pada 18 Februari 2004, anak buahnya menganiaya tersangka pencuri sarang burung walet.

Baca juga : Samad: Tanpa TGPF, Kasus Novel Baswedan Tak Akan Terungkap

Saat itu, Novel tidak ada di tempat kejadian perkara. Namun, belakangan, dia disalahkan karena dianggap bertanggung jawab atas perilaku anak buahnya.

Ketegangan antara KPK dan Polri dalam kasus Novel sempat mereda saat SBY yang saat itu menjabat Presiden menyatakan bahwa penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat dalam hal waktu dan cara.

Berkas perkara Novel kemudian digantung. Namun, SBY tak memastikan Novel bebas dari jerat hukum. Boyamin menilai, Jokowi kurang berani seperti SBY.

"Betul, Jokowi kurang berani dan hanya bermain tataran retorika. Yang dibutuhkan bukan sekedar membiayai perawatan mata Novel, tapi sebagai Presiden harus lebih berani melindungi warga negara, apalagi warga negara yang berani berantas korupsi seperti Novel," ujar Boyamin.

 

Pemerintah minta tak didesak

Wiranto sebelumnya meminta agar pemerintah tidak didesak soal pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan. Hal itu dia sampaikan terkait sejumlah pihak menyerukan kembali agar pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, membentuk TGPF kasus Novel.

Wiranto mengatakan, terkait hal ini pemerintah akan melakukan yang terbaik untuk masyarakat.

"Enggak ada desakan ya, pemerintah itu enggak usah didesak-desak, pemerintah itu dalam melaksanakan tugasnya selalu konstruktif, selalu melakukan yang terbaik untuk masyarakat," kata Wiranto, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/2/2018).

Sejumlah menyerukan agar pemerintah membentuk tim TGPF kasus Novel. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad di gedung KPK, Kamis (22/2/2018), menyatakan, dia meyakini TGPF satu-satunya jalan untuk menemukan pelakunya.

Jika tidak, maka kasus Novel tidak akan pernah terungkap sebagaimana kasus-kasus penyerangan terhadap karyawan KPK dan aktivis antikorupsi yang sebelumnya pernah terjadi yang tidak pernah terungkap.

"Saya tidak yakin kalau tidak membentuk TGPF, maka kasus Novel ini berlalu begitu saja. Tidak pernah ditemukan pelakunya seperti pegawai dan aktivis lainnya yang mengalami seperti Novel," tegasnya.

Sementara itu, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Amiruddin mengatakan bahwa pembentukan TGPF itu akan bisa melengkapi kerja penyidikan Polri dalam mengungkap kasus Novel.

"Kalau memang TGPF itu dibuat oleh Presiden saya kira itu langkah baik," kata Amiruddin ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Karena itu, kata Amiruddin, pembentukan TGPF sebaiknya segera dilakukan. Dengan demikian, TGPF itu bisa bekerja beriringan dengan Polri mengungkap dalang di balik teror kepada Novel Baswedan.

Sementara itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan meyakini Polri mampu menuntaskan kasus kekerasan yang dialami oleh Novel.

Namun, jika Polri tak juga menemukan titik terang atas kasus tersebut, Zulkifli menilai pemerintah perlu membentuk TGPF seperti yang diminta oleh kalangan masyarakat sipil.

"Saya percaya polisi kita masih bisa selesaikan ini. Tapi kalau tidak ya harus buat tim (TGPF) itu. Apa boleh buat? Kalau bisa kan bagus polisi selesaikan, kalau tidak ya...sudah hampir satu tahun," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, kewenangan pembentukan TGPF ada di tangan Presiden Joko Widodo.

Sebab, menurutnya, presiden sendiri yang menyatakan bahwa penanganan kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan ada di tangan Polri.

"Banyak usulan tentang TGPF yang disampaikan pada KPK. Seluruh usulan tersebut mengatakan agar Presiden membentuk TGPF. Namun, seperti yang kita ketahui, dalam beberapa hari ini Presiden mengatakan penanganan masih di Polri," kata Febri, lewat keterangan tertulis, Kamis (22/2/2018).

Kompas TV Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mendukung bila Presiden Joko Widodo membentuk TGPF teror kepada penyidik KPK Novel Baswedan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Amicus Curiae' Megawati, Ganjar: Momentum agar MK Tak Buat April Mop

Soal "Amicus Curiae" Megawati, Ganjar: Momentum agar MK Tak Buat April Mop

Nasional
Ke Teuku Umar, Ganjar Jelaskan Alasannya Baru Silaturahmi dengan Megawati

Ke Teuku Umar, Ganjar Jelaskan Alasannya Baru Silaturahmi dengan Megawati

Nasional
Ganjar Tak Persoalkan Kehadiran Mardiono di Acara Halal Bihalal Golkar

Ganjar Tak Persoalkan Kehadiran Mardiono di Acara Halal Bihalal Golkar

Nasional
KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

Nasional
Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Nasional
'One Way', 'Contraflow', dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

"One Way", "Contraflow", dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

Nasional
Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Nasional
KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com