Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Duga Ada yang Hendak Ambil Untung dari Isu Penyerangan Pemuka Agama

Kompas.com - 23/02/2018, 11:54 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai kasus penyerangan terhadap pemuka agama yang marak terjadi belakangan terlihat seperti rekayasa.

Masalahnya, kemunculannya seperti pola yang terus berulang, pelakunya adalah orang yang diduga gangguan jiwa dan targetnya adalah pemuka agama.

"YLBHI melihat indikasi bahwa ini adalah rekayasa dan bagian dari sebuah operasi sebagaimana isu atau stigma komunis yang dihembus-hembuskan terus," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur kepada Kompas.com, Jumat (23/2/2018).

Isnur mempertanyakan mengapa belakangan, hampir secara bersamaan, orang gila disorot menjadi pelaku kriminal.

Di media sosial, isu ini menjadi liar. Muncul berbagai hoaks adanya penyerangan ulama oleh orang dengan gangguan jiwa. Namun, setelah dicek, peristiwa itu tidak ada.

(Baca juga: Isu Penyerangan Pemuka Agama Jadi Liar, Adakah yang Menunggangi?)

Bahkan, sejumlah postingan mengangkat seolah Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi dalang di baliknya.

"YLBHI menduga ada yang hendak mengambil keuntungan dari rekayasa atau operasi ini," kata Isnur.

Oleh karena itu, Isnur menuntut pemerintah, khususnya kepolisian, untuk mengungkap kasus ini seterang-terangnya.

Masyarakat berhak mengetahui siapa atau apa yang melatarbelakangi santernya isu tersebut. Informasi yang tidak terang, kata Isnur, akan mudah dimanfaatkan pihak tertentu untuk memprovokasi masyarakat.

"Supaya masyarakat tidak jadi korban rekayasa politik, mendapatkan rasa takut, dan juga terancam terpecah belah," kata Isnur.

Sebelumnya, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono mengatakan, sejak Desember 2017, ada 21 kasus yang dilaporkan yang berkaitan dengan serangan pemuka agama.

Sebagian besar di antaranya, yakni 13 kasus, terjadi di Jawa Barat. Namun, setelah didalami, penyerangan terhadap pemuka agama yang benar-benar terjadi hanya dua kasus.

Selebihnya, ada kasus yang direkayasa dan juga hanya kabar bohong di media sosial.

(Baca juga: Polri Sudah Kantongi Akun Penyebar Hoaks Soal Penyerangan Pemuka Agama)

Ari menganggap isu tersebut sengaja digoreng oleh orang-orang yang ingin memecah belah Indonesia.

Mereka menyebarkan kabar hoaks dan ujaran kebencian sehingga masyarakat terprovokasi.

"Agenda setting dari sutradara isu ini agar seolah-olah Indonesia sedang dalam kondisi berbahaya,” kata Ari.

Berita bohong itu disebar melalui berbagai jejaring sosial, mulai dari bentuk artikel di platform Facebook, Google+, Youtube, hingga pemberitaan di media massa.

Ari memastikan pihaknya akan membidik akun-akun media sosial yang menyebarkan berita bohong soal itu.

“Adapun akun-akun yang membahas hal tersebut dimotori oleh beberapa akun yang sudah dikantongi oleh Polri. Jadi, siap-siap saja jika masih terus menyebarkan hoaks seperti itu,” kata Ari.

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah memerintahkan jajarannya untuk melindungi pemuka agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com