Orang dengan gangguan jiwa itu dicurigai tengah memburu ulama. Padahal, setelah didalami, ada kesalahpahaman pengurus masjid terhadap orang tersebut.
Orang tak dikenal itu datang ke masjid dan tiba-tiba mengumandangkan iqomah saat jemaah tengah melaksanakan shalat sunah. Orang itu kemudian ditegur dan keluar ke halaman masjid. Ditegaskan bahwa tak ada penganiayaan.
Di Banten, terjadi kesalahpahaman yang berujung penolakan warga Legok terkait keberadaan seorang biksu bernama Mulyanto Nurhalim. Mulyanto dianggap menyalahgunakan fungsi tempat tinggal menjadi tempat ibadah.
Penyerangan terhadap pemuka agama juga terjadi di Palmerah, Jakarta Barat. Ustaz Absul Basit dikeroyok sekelompok orang yang tidak terima diusir ketika sedang nongkrong di depan ruko.
Di Yogyakarta, terjadi penyerangan dengan senjata di Gereja Santa Lidwina, Sleman. Perbuatan pelaku melukai Pastor Karl-Edmund Prier dan sejumlah jemaah. Saat ini, kasus tersebut ditangani Densus 88 Antiteror Polri.
Terakhir, di Jawa Timur, setidaknya ada empat kasus penyerangan yang mencuat.
Pertama, pembunuhan guru mengaji di Sampang pada 27 Desember 2017. Motif pelaku adalah kemarahan pelaku kepada korban yang dianggap dukun santet yang menyantet salah satu pelaku. Polisi mengamankan satu orang, sementara dua lainnya masih buron.
Kedua, pimpinan pondok pesantren di Lamongan mengalami luka akibat terjatuh dikejar seseorang yang diduga orang dengan gangguan jiwa. Sebelumnya, viral bahwa pimpinan pondok pesantren itu dianiaya orang gangguan jiwa. Namun, Polri sudah meluruskan pemberitaan tersebut.
Kasus selanjutnya adalah perusakan patung Duara Pala di Pura Mandara Giri, Kabupaten Lumajang. Meski tak ada korban jiwa dalam kasus ini, polisi tetap mengusut kasus tersebut.
Keempat, perusakan pintu kaca Masjid Baiturrahim, Tuban, oleh seseorang yang diduga orang dengan gangguan jiwa. Ada pula bukti surat RSUD Doktor Moewardi, Surakarta, dan Kepala UPT puskesmas bahwa pelaku merupakan pasien rawat jalan karena depresi.