Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya Legislasi, Fungsi Pengawasan DPR Juga Dianggap Buruk

Kompas.com - 22/02/2018, 20:42 WIB
Moh. Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak hanya soal kinerja legislasi DPR RI yang dianggap buruk, kinerja pengawasan DPR pun dianggap tak kalah buruknya.

Peniliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) M Djadijono mengatakan, para wakil rakyat tersebut tak awas atas terjadinya sejumlah peristiwa yang menonjol dan berdampak luas di Tanah Air.

"Pengawasan terhadap kasus yang terjadi, DPR jusru tak hadir dan bersembunyi. Sikap DPR tak tampak secara kelembagaan atau komisi, hanya respons perseorangan yang tidak mengikat yang terlihat," kata Djadijono di kantornya, Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Padahal, kata dia, seharusnya DPR memprioritaskan pengawasan melalui rapat dengan pemerintah. Pengawasan itu terutama terhadap kasus-kasus yang terjadi dan cukup menyita perhatian publik.

"DPR sebagai wakil rakyat yang harusnya kerja 24 jam. Seharusnya bisa dong minimal, kalau ada kejadian luar biasa, DPR prioritaskan itu daripada bahas yang lain," kata Djadijono.

"Harusnya DPR bisa ambil sikap cepat, tegas, jangan hanya ambil sikap cepat dan tegas untuk perlindungan diri," tuturnya.

(Baca juga: UU MD3 Dianggap Jadi Contoh Buruknya Kualitas Legislasi DPR)

Djadijono pun membeberkan sejumlah peristiwa yang lalai diawasi oleh DPR RI. Pertama, pada kasus wabah campak dan gizi buruk di Asmat, Papua. Fenomena itu pertama kali terungkap bukan karena pengawasan DPR RI.

Adapun fenomena memprihatinkan di Asmat terungkap setelah ada masyarakat yang melapor ke Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Padahal, pada 30 Oktober 2017 sampai 3 November 2017, Komisi VIII DPR melakukan kunjungan kerja ke Papua.

Bahkan, DPR tidak diketahui menggelar rapat kerja dengan kementerian terkait yang membidangi persoalan tersebut.

"DPR punya tim pemantau otonomi khusus Papua, DIY, Aceh. Tapi tim pemantau tak menemukan itu, yang menemukan justru masyarakat, kenapa tak menemukan?," ujar Djadijono.

"Ternyata Komisi VIII tak menemukan karena mereka hanya melakukan rapat di kantor Gubernur, tak turun ke kapubaten-kabupaten. Padahal kunker harusnya ke kabupaten," ujar dia.

Kedua, pada kasus harga beras tinggi. Pemerintah menilai untuk menekan harga beras yang tinggi, maka produksi gabah harus dinaikkan.

Sayangnya hal itu butuh waktu yang lama. Solusi jangka pendek pun diambil dengan impor 500.000 ton beras.

"Kebijakan impor itu pun ditentang DPR Komisi IV dan VI. Tapi jalan keluarnya bagaimana? Cara mengatasinya dan menurunkan harga beras tak diberikan DPR," ucap Djadijono.

Ketiga, dalam kasus terjadinya penganiayaan tokoh agama dan penyerangan tempat ibadah. DPR RI dalam hal ini Komisi I dan III serta VIII justru tak terlihat melakukan rapat dengan aparat terkait mencari solusi persoalan itu.

"Menurut pantauan Formappi dari rapat kerja dan RDP, tak ditemukan secara khusus rapat yang membahas, bagaimana mengatasi, menemukan sebab penganiayaan tokoh agama itu," kata dia.

Keempat, dalam kasus kecelakaan kerja di sektor infrastruktur yang menimbulkan korban. Pemerintah memang telah membentuk komite keselamatan konstruksi, namun komite dibentuk setelah kecelakaan konstruksi masih terjadi.

"DPR Komisi V justru tak ada rapat dengan Kementerian PU, membahas bagaimana mengurangi kecelakaan kerja itu. Padahal pemerintah sendiri sudah punya kebijakan. Nah DPR tak memberikan respons cukup positif," kata dia.

Kompas TV Ketua DPR juga menjelaskan kritik dari publik menjadi dasar pengambilan keputusan di parlemen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com