1. Tak Mau Teken UU MD3, Jokowi Diminta Contoh SBY
Presiden Joko Widodo enggan menandatangani revisi Undang-Undang MD3 yang telah disetujui bersama antara pemerintah dan DPR.
Hal itu diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Selasa (20/2/2018). Sikap ini menuai kritik.
Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, sikap Presiden akan menjadi cerminan buruknya manajemen pemerintahan.
"Patut ditinjau ulang dan Presiden sebaiknya menempuh cara yang lebih tepat dan efektif secara ketatanegaraan dalam merespons desakan publik," kata Bayu dalam keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (21/2/2018).
Ia kemudian mencontohkan kasus yang hampir sama pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat itu, SBY memilih mengeluarkan perppu setelah UU Pilkada diundangkan. Alasannya karena mayoritas publik menolak aturan kepala daerah dipilih DPRD dalam UU tersebut.
Baca selengkapnya: Tak Mau Teken UU MD3, Jokowi Diminta Contoh SBY
2. Sri Mulyani: Anda Tidak Bisa Merencanakan, Mengapa Saya Harus Kasih Anggaran?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kecewa dengan banyaknya jumlah revisi daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) sebanyak 52.400 dari sekitar 26.000 satuan kerja (satker) di kementerian atau lembaga yang ada di Indonesia.
Adanya revisi DIPA diartikan dengan perencanaan yang tidak matang sehingga penggunaan uang negara berpotensi tidak efektif dan efisien.
Hal itu dikatakan Sri Mulyani saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun 2018 di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).
"Ini artinya setiap satker revisi (DIPA). Waktu Anda membuat perencanaan anggaran, yang penting saya dapat duitnya dulu, nanti belakangan saya pikirin uangnya untuk apa, how bad that habit is," kata dia.
Baca selengkapnya: Sri Mulyani: Anda Tidak Bisa Merencanakan, Mengapa Saya Harus Kasih Anggaran?
3. Dalam Sehari 1.200 Anjing Dikonsumsi di Kota Solo
Dia tidak hanya menyukai rasa daging hewan itu, tetapi juga sensasi hangat yang menurutnya menjadikan dia jauh lebih energik.
Heru sangat memahami anjing adalah hewan peliharaan yang tak lazim untuk dikonsumsi dagingnya.
Namun, fakta itu tak membuatnya berhenti menyantap daging hewan tersebut dan pria ini bahkan memelihara seekor anjing di rumahnya.
"Saya punya seekor anjing, tetapi saya tidak tega menyantap anjing milik sendiri. Saya tak peduli bagaimana anjing-anjing itu dibunuh selama saya tidak melihat prosesnya," ujar Heru seperti dikutip harian The Jakarta Post, Rabu (21/2/2018).
Heru tak mengetahui bahwa menurut para aktivis hak hewan, anjing-anjing itu diperlakukan brutal sebelum dipotong dan dagingnya disajikan untuk para penggemar kuliner ekstrem itu.
Di sisi lain, banyak orang yang mendapatkan keuntungan dari menjual daging hewan yang kerap disebut sahabat terbaik manusia itu.
Baca selengkapnya: Dalam Sehari 1.200 Anjing Dikonsumsi di Kota Solo
4. Selain karena Putusan Buni Yani, Pihak Ahok Juga Anggap Hakim Khilaf
Jootje mengatakan, kuasa hukum Ahok membandingkan putusan vonis penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Buni Yani di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, dengan vonis yang diberikan kepada Ahok. Buni Yani divonis 1,5 tahun karena dianggap melanggar UU ITE.
Majelis hakim menilai Buni Yani secara sah dan terbukti melakukan pemotongan video Ahok di Kepulauan Seribu. Akibat video itu, Ahok melalui proses persidangan dan dinyatakan bersalah. Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim.
"Nah, jadi dia membandingkan dengan perkara Buni Yani yang telah diputus," ujar Jootje saat ditemui di PN Jakarta Utara, Rabu (21/2/2018).
PK yang diajukan kuasa hukum Ahok juga beralasan bahwa majelis hakim khilaf atau keliru dalam pengambilan keputusan.
"Alasan hukum dia menggunakan Pasal 263 Ayat 2 KUHAP yaitu ada kekhilafan hakim atau ada kekeliruan yang nyata. Nah, kalau bagian ada keadaan baru bisa mengatakan soal Buni Yani dan lain sebagainya," ujar Jootje.
Baca selengkapnya: Selain karena Putusan Buni Yani, Pihak Ahok Juga Anggap Hakim Khilaf
5. Polisi Tangkap Guru SMA karena Sebarkan Berita Bohong dan Ujaran Kebencian
Ia diduga menyebarkan ujaran kebencian dan berita bohong yang menyebut bahwa Partai Komunis Indonesia diberikan senjata dan akan menyerang ulama.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Fadil Imran mengatakan, motif pelaku menyebarkan konten tersebut untuk mengingatkan agar berhati-hati karena akan muncul serangan komunis.
"RPH ditangkap terkait postingan pelaku pada akun Facebook miliknya yang bermuatan diskriminasi ras dan etnis dan atau ujaran kebencian dan permusuhan terhadap individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," ujar Fadil melalui keterangan tertulis, Rabu (21/1/2018).
Baca selengkapnya: Polisi Tangkap Guru SMA karena Sebarkan Berita Bohong dan Ujaran Kebencian
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.