JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengakui bahwa ia tak sempat melaporkan adanya sejumlah pasal kontroversial dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3 kepada Presiden Joko Widodo.
Yasonna beralasan, pembahasan pasal tersebut berlangsung sangat cepat sehingga tak ada waktu untuk melaporkannya terlebih dahulu ke Presiden Jokowi.
"Waktu kan sangat padat," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Kemudian, menurut Yasonna, UU MD3 pun disahkan oleh DPR dan pemerintah tanpa sepengetahuan Jokowi. UU tersebut disahkan dalam rapat paripurna DPR, Senin (12/2/2018).
Yasonna pun baru melaporkan substansi undang-undang itu ke Jokowi pada hari ini.
"Baru tadi saya melaporkan," kata Yasonna.
(Baca juga: Yasonna Sebut Jokowi Mungkin Tidak Akan Tandatangani UU MD3)
Menurut Yasonna, Jokowi sangat menaruh perhatian kepada pasal-pasal di UU MD3 yang mendapatkan kritik keras dari publik.
Dalam Pasal 73 misalnya, polisi diwajibkan membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.
Lalu, Pasal 122 huruf k, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Ada juga Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.
"Presiden cukup concern dengan apa yang terjadi," kata Yasonna.
(Baca juga: Pemerintah Protes UU MD3, tetapi Enggan Keluarkan Perppu)
Meski baru melapor setelah UU MD3 disahkan, namun Yasonna menegaskan bahwa ia tidak mendapat teguran dari Jokowi.
"Kita diskusi saja tadi, enggak (ditegur) lah. Kami jelaskan sama Pak Presiden. Ini kan lebih berkaitan dengan rumah tangga DPR," kata dia.
Yasonna juga memastikan, pemerintah tidak akan menginisiasi ulang revisi UU MD3 atau pun menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Kendati demikian, ia mempersilakan masyarakat untuk menggugat UU MD3 ke MK.
"Kami minta masyarakat, kalau merasa ada hal yang inkonstitusional di sana atau yang tidak sepakat, diajukan gugatan ke MK saja," ujar dia.