JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Eksekutif Indonesia Legal Roundtable (ILR) Firmansyah Arifin berpendapat, Pasal 122 Huruf k pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak hanya bisa menjerat masyarakat umum.
Selama sebuah perbuatan patut diduga memiliki unsur merendahkan kehormatan DPR secara institusi dan anggota DPR, bahkan seorang anggota DPR, dapat dijerat dengan pasal tersebut.
Bunyi pasal itu, "Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertugas: (k) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR."
"Tidak ada kategorisasi mengenai seperti apa tindakan yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR, ini bisa luas artinya," ujar Firmansyah dalam diskusi di kantor ILR, Jakarta Selatan, Kamis (15/2/2018).
"Semua orang yang dianggap melecehkan dan merendahkan DPR bisa diseret ke hukum, termasuk anggota DPR sendiri," katanya.
(Baca juga: UU MD3, Kado Memprihatinkan Dua Dekade Reformasi)
Firmansyah melanjutkan, dengan demikian, masyarakat umum dapat dengan mudah menemukan perbuatan anggota DPR yang diduga merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR sendiri.
"Saya catat, ada 12 sampai 13 contoh perbuatan anggota DPR yang dapat kita kategorisasi sebagai merendahkan institusi DPR. Misalnya bolos sidang, tidur saat sidang, membuat kericuhan dalam sidang, melakukan pembohongan publik, nyinyir di media sosial, mangkir dari proses panggilan hukum, dan melakukan provokasi berkaitan dengan intoleransi," ujar Firmansyah.
"Belum lagi yang sering kita jumpai, yakni melakukan praktik suap, korupsi, dan sebagainya. Tentu, melalui pasal ini, masyarakat juga bisa melaporkan para anggota DPR merendahkan institusi DPR," katanya.
DPR telah mengesahkan revisi UU MD3 melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Meski diwarnai interupsi dari Fraksi PPP dan aksi walk out Fraksi Partai Nasdem, Fadli Zon sebagai pimpinan rapat tetap mengetuk palu sebagai tanda pengesahan UU MD3.
Disahkannya UU MD3 itu menuai polemik. Sebab, sejumlah pasal dianggap berlebihan. Bahkan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyebut UU MD3 mengacaukan garis ketatanegaraan yang sudah diatur sebelumnya.