Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baru Delapan Jam, Petisi Tolak UU MD3 Dapat 40.000-an Dukungan

Kompas.com - 14/02/2018, 18:34 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang baru disahkan oleh DPR dan pemerintah dikecam puluhan ribu orang melalui petisi di laman Change.org.

Belum 24 jam diluncurkan, petisi yang digagas oleh berbagai organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi UU MD3 itu telah mendapat puluhan ribu tanda tangan warganet.

Pantauan Kompas.com, Rabu (14/2/2018) pukul 18.10 WIB, atau delapan jam setelah diluncurkan, petisi tersebut sudah ditandatangani 40.292 warganet.

Koalisi organisasi masyarakat sipil yang membuat petisi ini antara lain Indonesia Corruption Watch (ICW), Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kode Inisiatif, Yappika, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan FITRA.

(Baca juga: Melalui UU MD3, DPR Jadikan MKD Alat Kontrol Kritik Publik)

Dalam petisi tersebut, koalisi ini menyoroti tiga pasal yang ada dalam UU MD3.

Pertama, adalah Pasal 122 huruf k, di mana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Pembuat petisi menilai pasal ini adalah upaya untuk membungkam masyarakat yang ingin mengkritik DPR. DPR seakan menjadi lembaga yang otoriter.

Sebanyak 250 juta masyarakat terancam dengan peraturan ini, apalagi jelang pilkada dan pilpres.

"Mau bentuknya seperti meme Setnov (mantan Ketua DPR Setya Novanto) dulu, ataupun tweet, bahkan dikutip di media sekalipun bisa kena," tulis pembuat petisi.

(Baca juga: Beberapa Pasal di UU MD3 yang Membuat DPR Kian Tak Tersentuh)

Kedua, pembuat petisi juga mempermasalahkan Pasal 73 yang mewajibkan polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.

Pemanggilan paksa ini termasuk kepada pimpinan KPK yang sebelumnya bukan menjadi kewenangan DPR.

"Langkah ini bisa menjadi intervensi DPR terhadap proses pemberantasan korupsi di KPK," demikian tertulis dalam petisi tersebut.

(Baca juga: UU MD3 Dinilai Berpotensi Membuat Korupsi Tumbuh Subur di DPR)

Ketiga, pembuat petisi juga menyoroti Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.

Pasal ini diyakini dapat menghambat pemberantasan korupsi dengan semakin sulitnya memeriksa anggota DPR yang diduga melakukan korupsi. Lama-kelamaan, ini akan membuat korupsi makin tumbuh subur di DPR.

"Meski DPR tahu bahwa masyarakat akan banyak menentang, tapi mereka tetap mengesahkan UU MD3. Mungkin karena itu disahkan secepat kilat," tulis pembuat petisi.

Petisi ini ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Namun, disinggung juga delapan parpol yang pada sidang paripurna Senin kemarin menyetujui UU MD3.

Delapan parpol tersebut yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Petisi dapat dilihat di tautan ini.

(Baca juga: YLBHI: Jurnalis dan Aktivis Berpotensi Dijerat UU MD3)

Kompas TV Padahal sebelumnya, keinginan para politisi senayan untuk merevisi undang-undang MD3 menuai pro dan kontra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

Nasional
Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

Nasional
KPU Sindir Anies-Muhaimin Baru Persoalkan Pencalonan Gibran setelah Hasil Pilpres Keluar

KPU Sindir Anies-Muhaimin Baru Persoalkan Pencalonan Gibran setelah Hasil Pilpres Keluar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com