JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Khusus Angket Arsul Sani mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib mematuhi seluruh rekomendasi Pansus.
Menurut dia, hal itu telah diatur melalui Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), di mana rekomendasi yang dirumuskan DPR dalam setiap rapat bersama mitra kerja bersifat mengikat.
"Saya kira begini, kita kembali pada prinsip Undang-Undang MD3, kan setiap kami rapat kerja atau rapat dengar pendapat selalu kan ada kesimpulan. Kesimpulan itu kan bisa berisi rekomendasi. Itu saja wajib dan mengikat untuk dilaksanakan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Saat kembali ditanya ihwal kewajiban KPK mematuhi rekomendasi Pansus Angket, Arsul menjawab KPK harus mematuhinya.
"Betul, sebagaimana wajib dan mengikat mitra kerja DPR yang lain," kata politisi PPP ini.
(Baca juga: Pengamat: Rekomendasi Pansus Soal Lembaga Pengawas Independen KPK Tidak Jelas)
Ia menambahkan, jika nantinya KPK tak menjalankan rekomendasi Pansus, DPR justru bisa mempermasalahkannya melalui hak DPR lainnya.
"Kalau tidak dilaksanakan maka DPR dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya lagi, apakah hak interpelasi, hak angket lagi, atau hak mengajukan pertanyaan. Itu bisa," kata Arsul.
KPK sempat melayangkan surat balasan terhadap draf rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Angket yang dikirimkan DPR.
Surat balasan KPK tersebut dibacakan oleh Agun Gunandjar Sudarsa dalam rapat paripurna pengesahan rekomendasi Pansus Angket selaku ketua.
(Baca juga: Kirim Surat ke DPR, KPK Tak Sepenuhnya Setuju Rekomendasi Pansus)
Dalam surat tersebut, Agun membacakan KPK juga menghormati rekomendasi Pansus Angket meskipun tidak sepenuhnya sepakat.
"Meskipun demikian perlu kami sampaikan bahwa KPK tidak sepenuhnya setuju terhadap laporan yang disampaikan Pansus Angket KPK, walaupun kami sependapat dengan beberapa rekomendasi Pansus," kata Agun masih membaca surat KPK.
Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai bahwa Pansus Angket KPK tetap tidak sah.
Pendapat ini disampaikan Mahfud meski MK sudah mengeluarkan putusan yang menegaskan bahwa KPK termasuk lembaga eksekutif yang dapat menjadi obyek hak angket DPR.
Mahfud menegaskan, putusan MK tersebut tidak berarti apa-apa. Sebab, pembentukan Pansus Angket KPK sendiri telah melanggar ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Pasal 201 Ayat (2)yang menyebutkan bahwa keanggotaan Pansus Angket terdiri dari semua unsur fraksi yang ada di DPR.
(Baca juga: Kado MK untuk Pansus Angket KPK Menjelang Paripurna DPR)
Sementara, dalam Pansus Angket KPK, ada sejumlah fraksi yang tidak ikut ambil bagian, seperti Fraksi Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Mahfud juga menilai, putusan MK yang diketok pada Kamis (8/2/2018) kemarin tidak bisa berlaku surut. Putusan bahwa KPK merupakan lembaga eksekutif yang merupakan obyek hak angket baru bisa diberlakukan ke depan.