JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar Fakultas Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Wasis menghitung adanya kerugian negara sebesar Rp 2,7 triliun akibat kegiatan pertambangan nikel yang dilakukan PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara.
Hal itu dikatakan Basuki Wasis saat menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/2/2018). Basuki memberikan keterangan bagi terdakwa Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam.
"Total kerugian ekonomi akibat kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena sebesar Rp 2,7 triliun," ujar Basuki kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Basuki mengatakan bahwa dirinya diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meneliti kerusakan lingkungan di area pertambangan nikel PT AHB di Pulau Kabaena. Selain itu, dia juga diminta menghitung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan.
Menurut Basuki, tim peneliti terdiri dari enam orang. Penelitian dilakukan sejak Mei 2016, atau pada saat KPK masih melakukan penyelidikan dalam kasus korupsi Nur Alam.
(Baca juga: Menurut Ahli, Tambang Nikel yang Diizinkan Gubernur Sultra Merusak Lingkungan)
Dari hasil penelitian, menurut Basuki, terdapat tiga jenis perhitungan. Pertama, total kerugian akibat kerusakan ekologis. Kemudian, kerugian ekonomi lingkungan, dan yang ketiga menghitung biaya pemulihan lingkungan.
Berikut rinciannya:
1. Kerugian Ekologis:
Biaya menghidupkan fungsi tata air: Rp 1,4 triliun.
Biaya pengaturan tata air: Rp 8 miliar.
Biaya pengendalian erosi dan limpasan: Rp 2 miliar.
Biaya pembentukan tanah: Rp 178 juta.
Biaya pendahuluan unsur hara: Rp 1,6 miliar.
Biaya fungsi pengurai limbah: Rp 155 juta.
Biaya kehilangan biodiversiti: Rp 964 juta.
Biaya kehilangan sumber daya genetik: Rp 146 juta.
Biaya pelepasan karbon: Rp 11 miliar.
Total kerugian ekologis : Rp 1.451.171. 630.000
2. Kerugian ekonomi lingkungan:
Nilai kayu (biomassa): Rp 103 miliar.
Kerugian hilang umur pakai lahan: Rp 1,143.040.000.000
3. Biaya pemulihan lingkungan:
Rp 24,5 miliar (dalam IUP) dan
Rp 31 miliar (di luar IUP).
Nur Alam didakwa merugikan negara sebesar Rp 4,3 triliun. Nur Alam juga didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam jabatannya sebagai Gubernur.
Menurut jaksa, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT AHB.