JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) beberapa hari lalu.
Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah Pasal 73, yang menambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, namun enggan datang.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, Polri sebagai bagian dari eksekutif wajib menjalankan peraturan yang telah dibuat.
Namun, Polri juga akan melakukan kajian di internal mengenai regulasi itu.
"Apakah bertentangan atau apakah memiliki kaitan dengan pelaksanaan tugas Polri, akan kami kaji dulu," ujar Martinus di kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
(Baca juga: Draf RUU MD3, Polisi Wajib Panggil Paksa Pihak yang Diperiksa DPR)
Martinus mengatakan, Polri akan menyelaraskan UU MD3 dengan aturan yang selama ini menjadi landasan Polri dalam menjalankan tugas, yakni UU Polri dan KUHAP.
Menurut dia, hal tersebut penting agar aturan-aturan yang dijalankan Polri jangan sampai bertentangan satu sama lain.
"Tentu akan dipedomani, dilandasi dengan peraturan yang ada, apa bisa diselaraskan atau ada yang perlu diajukan. Katakanlah ada hal yang mungkin tidak sesuai dengan pelaksanaan tugas Polri," kata Martinus.
(Baca juga: YLBHI: Jurnalis dan Aktivis Berpotensi Dijerat UU MD3)
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas mengatakan, penambahan frase "wajib" dalam hal pemanggilan paksa salah satunya terinspirasi saat Komisi III memanggil salah seorang gubernur.
Saat itu gubernur yang dipanggil tak kunjung hadir memenuhi undangan rapat dengar pendapat.
Selain itu, DPR juga melihat polemik Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak bisa menghadirkan lembaga antirasuah tersebut.
"Kemarin itu kan berlaku menyiasati apa yang terjadi bukan hanya dalam Pansus Angket. Itu yang kedua. Tapi ada satu pemanggilan yang dilakukan Komisi III terhadap seorang gubernur yang sampai hari ini tidak hadir di DPR. Itu pemicunya," kata Supratman.
(Baca juga: Mau Gugat UU MD3, Koalisi Masyarakat Sipil Tunggu Sanksi Etik Ketua MK)
Penambahan frase "wajib", lanjut Supratman, merupakan respons atas kegamangan Kapolri saat dimintai Pansus Angket memanggil paksa KPK.
Saat itu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menolak diminta menghadirkan paksa pimpinan KPK dan mantan anggota DPR RI Miryam S Haryani untuk diminta keterangan oleh Pansus Hak Angket.
Bahkan dalam Ayat 6 pasal tersebut, polisi berhak menyandera pihak yang menolak hadir diperiksa DPR paling lama 30 hari. Nantinya ketentuan penyanderaan akan dibakukan dalam Peraturan Kapolri.