Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajib Hadirkan Pihak yang Diperiksa DPR, Ini Tanggapan Polri

Kompas.com - 14/02/2018, 12:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) beberapa hari lalu.

Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah Pasal 73, yang menambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, namun enggan datang.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, Polri sebagai bagian dari eksekutif wajib menjalankan peraturan yang telah dibuat.

Namun, Polri juga akan melakukan kajian di internal mengenai regulasi itu.

"Apakah bertentangan atau apakah memiliki kaitan dengan pelaksanaan tugas Polri, akan kami kaji dulu," ujar Martinus di kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

(Baca juga: Draf RUU MD3, Polisi Wajib Panggil Paksa Pihak yang Diperiksa DPR)

Martinus mengatakan, Polri akan menyelaraskan UU MD3 dengan aturan yang selama ini menjadi landasan Polri dalam menjalankan tugas, yakni UU Polri dan KUHAP.

Menurut dia, hal tersebut penting agar aturan-aturan yang dijalankan Polri jangan sampai bertentangan satu sama lain.

"Tentu akan dipedomani, dilandasi dengan peraturan yang ada, apa bisa diselaraskan atau ada yang perlu diajukan. Katakanlah ada hal yang mungkin tidak sesuai dengan pelaksanaan tugas Polri," kata Martinus.

(Baca juga: YLBHI: Jurnalis dan Aktivis Berpotensi Dijerat UU MD3)

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas mengatakan, penambahan frase "wajib" dalam hal pemanggilan paksa salah satunya terinspirasi saat Komisi III memanggil salah seorang gubernur.

Saat itu gubernur yang dipanggil tak kunjung hadir memenuhi undangan rapat dengar pendapat.

Selain itu, DPR juga melihat polemik Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak bisa menghadirkan lembaga antirasuah tersebut.

"Kemarin itu kan berlaku menyiasati apa yang terjadi bukan hanya dalam Pansus Angket. Itu yang kedua. Tapi ada satu pemanggilan yang dilakukan Komisi III terhadap seorang gubernur yang sampai hari ini tidak hadir di DPR. Itu pemicunya," kata Supratman.

(Baca juga: Mau Gugat UU MD3, Koalisi Masyarakat Sipil Tunggu Sanksi Etik Ketua MK)

Penambahan frase "wajib", lanjut Supratman, merupakan respons atas kegamangan Kapolri saat dimintai Pansus Angket memanggil paksa KPK.

Saat itu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menolak diminta menghadirkan paksa pimpinan KPK dan mantan anggota DPR RI Miryam S Haryani untuk diminta keterangan oleh Pansus Hak Angket.

Bahkan dalam Ayat 6 pasal tersebut, polisi berhak menyandera pihak yang menolak hadir diperiksa DPR paling lama 30 hari. Nantinya ketentuan penyanderaan akan dibakukan dalam Peraturan Kapolri.

Kompas TV Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, hak imunitas anggota DPR sebagaimana dalam UU MD3 yang baru pernah dibatalkan MK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com