Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penolakan Biksu di Legok Dinilai karena Warga Salah Paham soal Simbol Agama

Kompas.com - 13/02/2018, 13:38 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) menyoroti peristiwa penolakan sekelompok orang terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim di Desa Babat, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu.

Sekretaris Jenderal KASI Biksu Bhadaruci mengatakan, jika ditelisik lebih saksama, ada kesalahpahaman yang mendasari terjadinya peristiwa itu, yakni mengenai pemahaman terhadap simbol keagamaan.

Insiden pengusiran Biksu Mulyanto didorong oleh kecurigaan sekelompok orang bahwa Biksu Mulyanto sedang melakukan syiar agama Buddha.

"Kecurigaan itu dilandasi pengamatan mereka atas beberapa obyek yang kemudian dikategorikan sebagai simbol keagamaan. Selanjutnya, simbol-simbol keagamaan ini dicurigai sebagai bukti nyata penyiaran agama Buddha di Legok," ujar Bhadaruci melalui keterangan resminya, Selasa (13/2/2018).

Baca juga : Diprotes Warga Legok, Masalah Kegiatan Umat di Rumah Biksu Dinyatakan Selesai

"Di sini, kita boleh bertanya, apakah seorang warga negara yang sah di Indonesia tidak dijamin haknya untuk beribadah di rumah pribadinya menurut cara-cara yang diyakininya?" lanjut dia.

Setiap individu yang beragama, lanjut Bhadaruci, tidak bisa tidak lepas dari simbol keagamaan. Simbol itu merupakan usaha individu mendekatkan dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Demikian halnya dengan umat Buddha.

"Umat Buddhis berdoa dengan memakai perantara patung Buddha, sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa. Kata 'perantara' itu bermakna fungsi patung Buddha adalah semata-mata menjadi cara umat Buddhis menjalin komunikasi dengan Yang Maha Esa. Patungnya itu sendiri bukanlah Tuhan yang diberhalakan," ujar Bhadaruci.

"Dengan demikian, melihat patung Buddha di rumah seorang Buddhis tidak ada bedanya dengan melihat kayu salib di rumah seorang Kristen atau kaligrafi lafadz Allah di rumah seorang Muslim," lanjut dia.

Baca juga: Warga Legok Tolak Kegiatan Umat di Rumah Seorang Biksu

Jika setiap simbol keagamaan diasosiasikan sebagai aksi syiar agama, Bhadaruci tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Biksu Mulyanto yang dengan status seorang biksu diwajibkan selalu menggunakan jubah di dalam aktivitasnya sehari -hari.

Oleh sebab itu, KASI menyerukan bahwa hak beribadah adalah hak dasar yang dijamin oleh konstitusi, UUD 1945, dan deklarasi HAM PBB yang telah disepakati.

Selain itu, KASI juga menyerukan bahwa tidak ada satu orang atau kelompok pun yang berhak mengatur atau mendominasi orang atau kelompok lainnya di dalam menjalankan keyakinan dan kepercayaan yang dianut.

"Kami juga mengecam keras upaya pelemahan tegaknya HAM untuk beribadah yang secara sistemik terjadi melalui mempermasalahkan penggunaan simbol-simbol keagamaan, baik di ranah pribadi maupun publik," lanjut dia.

KASI mengajak seluruh elemen Tanah Air untuk bersama-sama menyerukan rasa persatuan dan menolak perpecahan.

Diberitakan, warga Kebon Baru RT 001, Desa Babat, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten, menolak kehadiran Biksu Mulyanto Nurhalim. Warga menuding sang biksu menyalahgunakan fungsi tempat tinggal menjadi tempat ibadah.

Kepala Satuan Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Ahmad Alexander mengatakan, rumah Biksu Mulyanto memang sering dikunjungi umat Buddha dari luar kecamatan itu, terutama pada Sabtu dan Minggu. Umat Buddha datang ke sana untuk memberikan makanan kepada Biksu sekaligus meminta didoakan.

Meski demikian, melalui rapat musyawarah pimpinan kota (muspika) di Kecamatan Legok, persoalan tersebut sudah diselesaikan.

Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah Biksu Mulyanto tidak diperbolehkan mempertontonkan ornamen yang menyerupai kegiatan ibadah umat Buddha. Semua ornamen itu wajib dimasukkan ke dalam rumah.


Kompas TV Peristiwa yang terjadi Minggu (11/2) pagi kemarin menambah panjang daftar kejadian memprihatinkan yang menimpa para pemuka agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com