Pasal 122 huruf k
pasal 122 huruf k yang berbunyi MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari fraksi PKB Lukman Edy mengatakan, pasal tersebut berfungsi untuk menjamin kehormatan DPR dan anggotanya.
"Nah kami menitipkan sebuah tanggung jawab pada MKD, bukan saja menjaga kehormatan lembaga tapi juga menjaga kehormatan anggota DPR," kata Lukman saat dihubungi, Minggu (11/2/2018).
Ia mengatakan kelembagaan DPR di era demokrasi justru harus dijaga sehinggga MKD perlu diberikan kewenangan untuk memanggil dan memeriksa pihak yang diduga merendahkan kehormatan dewan dan dan anggotanya.
Setelah diperiksa dan ternyata terbukti menghina DPR atau anggotanya, akan ditempuh langkah selanjutnya.
(Baca juga: Kata Menkumham, Yang Tak Setuju Revisi UU MD3 Silakan Gugat ke MK)
Jika yang menghina ialah sebuah lembaga negara maka akan ditindaklanjuti dengan hak yang melekat pada DPR seperti memunculkan hak interpelasi, angket, dan lainnya.
Bahkan, kata Lukman, sebuah lembaga negara yang tak hadir dalam undangan rapat dengar pendapat yang diselenggarakan DPR juga merupakan bentuk penghinaan.
Saat ditanya bila nantinya yang menghina perorangan, Lukman mengatakan MKD nantinya akan memeriksa orang tersebut. Jika ditemukan ada unsur penghinaan, MKD bisa mengambil langkah hukum dengan melaporkannya ke polisi.
"Ya nanti MKD nyatakan (DPR atau anggotanya) tak bersalah, dia bersih, kalau (yang menghina) masih ngotot bisa saja melaporkan ke penegak hukum," lanjut dia.
Pasal 245
DPR dan pemerintah sepakat bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.
Klausul itu menjadi kesepakatan antara pemerintah dan DPR dalam revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terkait Pasal 245.
(Baca juga: Tanpa Banyak Interupsi, DPR Sahkan Revisi Undang-Undang MD3)
Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan klausul atas izin MKD, sehingga izin diberikan oleh presiden. Kini DPR mengganti izin MKD dengan frase "pertimbangan".
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas menjamin pasal tersebut tak akan menghambat proses pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum.
Sebab MKD hanya memberi pertimbangan dan tak wajib digunakan presiden dalam memberi izin.
Ia juga mengatakan, pertimbangan MKD dan izin presiden tidak berlaku bagi anggota DPR yang tertangkap tangan saat melakukan tindak pidana, terlibat tindak pidana khusus, dan pidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Itu peran MKD nanti dalam proses pidana tidak akan hambat proses izin yang dikeluarkan presiden. Karena kan ada batas waktunya," kata Supratman usai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
"Jadi kalau nanti presiden ada permintaan izin kemudian MKD mengulur waktu batas limitasinya juga jadi tidak berarti," ujar dia.