Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Marianus Sae Menuju NTT 1 Tersandung Kasus Korupsi

Kompas.com - 13/02/2018, 08:50 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Bupati Ngada Marianus Sae maju sebagai bakal calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) di Pilkada NTT 2018 tak berjalan mulus.

Marianus tersandung kasus korupsi yang membuatnya harus meringkuk di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Politisi PDI Perjuangan tersebut terkena operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah, Minggu (11/2/2018).

Marianus diduga menerima suap Rp 4,1 miliar dari Dirut PT Sinar 99 Permai Wilhelmus Iwan Ulumbu. Suap tersebut terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada.

Wilhelmus merupakan salah satu kontraktor di Kabupaten Ngada yang kerap mendapatkan proyek di Kabupaten Ngada sejak 2011.

Selain itu, suap ini juga diduga terkait dengan sejumlah proyek di Pemkab Ngada, misalnya pembangunan sejumlah ruas jalan di Kabupaten Ngada, untuk tahun 2018. Marianus diduga menjanjikan proyek-proyek tersebut dapat digarap Wilhelmus.

KPK menangkap Marianus Minggu sekitar pukul 10.00 WIB di sebuah hotel di Surabaya, Jawa Timur.

KPK mengamankan Marianus bersama Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT Ambrosia Tirta Santi.

(Baca juga: Bupati Ngada Tersangka Korupsi, Mendagri Kembali Prihatin)

Ada tiga orang lainnya yang turut diamankan KPK. Namun, setelah gelar perkara, KPK menetapkan Marianus dan Wilhelmus sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Wilhelmus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Ongkos Politik

KPK menduga suap yang diterima Marianus hendak dipakai untuk ongkos politik Marianus maju di Pilkada NTT. Marianus maju bersama bakal cawagub NTT, Eni Nomleni.

"Apakah ini akan dilakukan untuk biaya kampanye, prediksi dari tim kita kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (12/2/2018).

Hal ini baru sebatas dugaan, sebab KPK belum menemukan aliran dana dari Marianus untuk pihak-pihak yang terkait Pilkada NTT.

(Baca juga: Perjalanan Marianus Sae, dari Pengusaha Kayu hingga Bupati Ngada 2 Periode)

Bupati Ngada, Marianus Sae (kiri), dan Wakil Bupati Ngada, Paulus Soliwoa. Pos Kupang/Teni Jehanas Bupati Ngada, Marianus Sae (kiri), dan Wakil Bupati Ngada, Paulus Soliwoa.

"Kita belum menerima, belum menemukan jalur sesuatu yang diberikan kepada pihak yang akan melakukan, tim-tim yang berhubungan dengan pilkada tersebut," ujar Basaria.

"Tapi prediksi dari tim sudah mengatakan karena yang bersangkutan akan bakal calon gubernur, sudah barang tentu memerlukan dana yang banyak," ujar Basaria lagi.

KPK belum menemukan apakah Ambrosia selaku Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT, yang berada di tempat yang sama memperoleh sesuatu dari Marianus.

Yang jelas, saat diamankan KPK, Ambrosia juga berada di tempat yang sama.

 

'Tidak Dianggap' PDI-P

Terkait Pilkada NTT 2018, Marianus sendiri menjadi salah satu dari empat kandidat yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra memastikan niatan PDI-P menarik dukungan kepada Marianus tidak diperbolehkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan tersebut ada di Pasal 82 huruf b Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017.

Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa parpol atau gabungan parpol dilarang menarik dukungan kepada calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a.

Di dalam Pasal 82 huruf a disebutkan bahwa parpol hanya dapat mengajukan calon pengganti paling lama 7 hari sejak calon atau pasangan calon dinyatakan berhalangan tetap, atau sejak pembacaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.

(Baca juga: PDI-P Cermati Motif Politik dalam Kasus yang Menjerat Bupati Ngada)

Sementara itu, di dalam Pasal 78 Peraturan KPU nomer 15 Tahun 2017 tentang perubahan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 disebutkan bahwa pergantian calon kepala daerah baru bisa dilakukan setelah 3 syarat.

Tiga syarat tersebut yaitu dinyatakan tidak memenuhi syarat kesehatan, berhalangan tetap (meninggal dunia atau tak mampu melaksanakan tugas secara permanen), dan dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.

PDI Perjuangan selaku salah satu partai pengusung Marianus, menyadari penarikan dukungan kepada Marianus terkendala aturan yang ada.

PDI-P tidak bisa mengubah pilihannya untuk tetap mengusung pasangan Marianus Sae - Emiliana Nomleni dalam Pilkada NTT 2018.

(Baca juga: Ini Alasan KPU Tetap Menetapkan Bupati Ngada sebagai Cagub NTT)

Namun, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan, Marianus bukan refresentasi dari PDI-P.

"Kami menegaskan bahwa representasi PDI-P adalah Emiliana Nomleni," ujar Hasto dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (11/2/2018).

Menurut Hasto, Emiliana adalah kader senior PDI-P yang diperlukan oleh NTT dalam menghadapi karut marut persoalan korupsi.

DPP PDI-P meminta agar para kader di NTT untuk terus melalukan konsolidasi, menjaga soliditas meski calon gubernur yang diusungnya merupakan tersangka suap oleh KPK.

"Apa yang terjadi saat ini menjadi ujian bagi partai untuk terus memberikan dukungan pada Emiliana Emi," kata Hasto.

Kompas TV Pasca operasi tangkap tangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Bupati Ngada Marianus Sae aktifitas rumah jabatan bupati tampak sepi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

Nasional
THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com