JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa menilai, wajar munculnya desakan dari masyarakat sipil agar Arief Hidayat mundur sebagai hakim Mahkamah Konstitusi.
Desmond menilai, secara etika Arief tidak layak untuk menjadi hakim konstitusi.
"(Desakan) itu sesuatu yang wajar, menurut saya, secara etika orang itu (Arief) tidak layak," ujar Desmond saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/2/2018).
(Baca juga : 54 Guru Besar Minta Arief Hidayat Mundur sebagai Hakim MK)
Menurut Desmond, Arief Hidayat harus segera mundur dari jabatannya sebagai hakim MK.
Jika tidak, kata dia, maka publik akan menilai Arief lebih mementingkan soal kekuasaan ketimbang etika.
"Akhirnya nanti kita akan lihat, kalau bertahan berarti kekuasaan lebih penting daripada etik, berarti enggak layak kan dia," kata Desmond.
Selain itu, Desmond juga mengkritik putusan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Arief Hidayat tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik saat bertemu dengan pimpinan komisi III.
(Baca juga : Ini Isi Surat 54 Guru Besar yang Minta Arief Hidayat Mundur dari MK)
Pertemuan tersebut terjadi sebelum uji kepatutan dan kelayakan terkait pencalonan kembali Arief Hidayat sebagai Hakim MK.
Menurut Desmond, pada pertemuan tersebut, jelas terjadi lobi antara Arief dan sejumlah pimpinan Komisi III agar Arief terpilih kembali sekaligus tetap menjadi ketua MK.
Saat itu, kata Desmond, Arief mengungkapkan, jika ia tidak terpilih, maka Saldi Isra yang akan memegang jabatan Ketua MK.
"Ya, bukan lobi-lobi lagi itu namanya. Dia (Arief) bilang kalau dia tidak dipilih kembali oleh DPR, maka yang akan jadi ketua di sana dia bilang Saldi Isra. Saldi Isra dianggap oleh orang-orang berpihak pada KPK. Jadi dia seperti memberikan penjelasan agar dipilih kembali," ungkapnya.
Kompas.com masih mencoba meminta klarifikasi dari Arief terkait pernyataan Desmond tersebut.
(Baca juga : Tolak Mundur, Arief Hidayat Pertaruhkan Marwah MK)
Berbagai pihak menyuarakan agar Arief mundur sebagai hakim MK. Terakhir, suara tersebut disampaikan 54 guru besar dan profesor dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia.
Selama menjabat sebagai Ketua MK, Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Pada 2016 lalu, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.