Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Penghinaan Presiden Dianggap Bisa Jadi Alat Memukul Lawan Politik

Kompas.com - 12/02/2018, 08:17 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menganggap penghidupan kembali Pasal 238 Rancangan KUHP tentang penghinaan presiden bisa disalahgunakan oleh pihak yang berkuasa.

Menurut dia, aturan tersebut bisa dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan politik.

"Selain menuntut murni yuridis, tapi juga bisa memukul lawan politik atas perbedaan pendapat," ujar Fickar melalui keterangan tertulis, Senin (12/2/2018).

"Apalagi dikaitkan dengan Pasal 7 UUD 1945 tentang mekanisme pemakzulan presiden karena presiden melakukan kejahatan berat, termasuk korupsi," lanjut dia.

Di samping itu, Fickar menganggap penerapan pasal penghinaan presiden merupakan langkah mundur dalam berdemokrasi. Menurut dia, pasal tersebut tidak tepat diatur di Indonesia yang berdiri dengan sistem demokratis.

"Pada negara demokrasi seperti Indonesia, norma pasal itu sudah tidak cocok," kata Fickar.

Bahkan, kata Fickar, di Belanda pun pasal tersebut sudah dicabut dan tak lagi berlaku. Ia menganggap pasal penghinaan presiden merupakan pasal karet yang multi tafsir dalam penerapannya.

Pasal tersebut telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu. Presiden, kata Fickar, bukan termasuk simbol negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No 24 tahun 2009. Yang dimaksud dengan simbol negara itu adalah bendera, bahasa, dan lambang negara Pancasila.

(Baca juga: Indonesia Bukan Negara Monarkhi, Tidak Relevan Gunakan Pasal Penghinaan Presiden)

 

"Karena itu, MK selain membatalkan norma penghinaan kepada presiden, juga menurunkan gradasi Pasal 207 KUHP penghinaan terhadap pejabat publik sebagai delik aduan," kata dia.

Fickar mengatakan, dasar penurunan gradasi sifat delik menjadi aduan berdasar pada asas persamaan di depan hukum yang diatur dalam UUD 1945 terkait hak asasi manusia.

Oleh karena itu, jika DPR dan pemerintah memberlakukan secara khusus ketentuan penghinaan terhadap presiden, maka akan bertentangan dengan konstitusi.

 

Formulasi

 

Jika DPR dan pemerintah masih berkeras membuat ketentuan itu, kata Fickar, ada beberapa formulasi yang perlu disusun agar tidak bertentangan dengan HAM.

Pertama, sebagaimana aturan mengenai pencemaran nama baik, maka penanganan kasus itu harus berdasarkan delik aduan. Kemudian, ancaman hukumannya juga tidak terlalu berat, yakni di bawah lima tahun.

"Agar tidak bisa ditahan dan agar tidak dijadikan alat oleh siapapun, termasuk pejabat publik, bahkan Presiden, untuk memukul lawan politiknya," kata Fickar.

(Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden Jadi Polemik, Ini Kata Ketua DPR)

 

Pasal 238 ayat (1) berbunyi, setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori I.

Sedangkan, pasal 238 ayat (2) berbunyi, tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan, ada beberapa poin yang belum disepakati, yakni mengenai besaran ancaman pidana hingga jenis delik yang akan diterapkan dalam pasal ini.

Bamsoet mendorong Panja RUU KUHP dan pemerintah bisa segera menemukan formulasi terbaik. Ia berharap kepentingan rakyat untuk mengkritik pemerintah tetap tidak terhalang dengan adanya pasal penghinaan presiden ini.

“Kami harapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa dicapai rumusan yang baik yang disepakati antara pemerintah dan DPR tanpa mengesampingkan kepentingan rakyat,” ujar Bamsoet.

Kompas TV DPR berusaha memasukan kembali pasal penghinaan presiden ke dalam rancangan KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com