Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS: Putusan MK Bukan "Karpet Merah" bagi DPR untuk Perlemah KPK

Kompas.com - 09/02/2018, 15:51 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, semua pihak harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan objek hak angket DPR.

Ia mengatakan, DPR dan KPK harus menaati putusan tersebut.

Menurut Hidayat, putusan itu memang akan memberi ruang bagi DPR untuk memunculkan hak angket terhadap KPK. Akan tetapi, hal itu tidak serta merta bisa dilakukan.  

"Jadi, saya kira ini bukan berarti ngasih tiket atau 'karpet merah' bagi DPR untuk melemahkan KPK dengan hak angketnya. Tapi ini adalah hak konstitusional MK yang sudah dilakukan dan karenanya DPR maupun KPK harus melaksanakan kewenangannya berbasis pada hukum," kata Hidayat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/2/2028).

Baca juga: Akibat Putusan MK soal Hak Angket, KPK Rentan Diganggu DPR

Hidayat mengatakan, DPR saat ini terus diawasi rakyat sehingga tidak bisa begitu saja menggunakan hak angket terhadap KPK.

Penggunaan hak angket terhadap KPK yang dilakukan DPR saat ini, harus menjadi pelajaran bagi DPR dan KPK agar ke depan keduanya bekerja sesuai aturan hukum.

"Kalau DPR membuat hak angketnya asal misalnya, atau tak berbasis bukti, atau karena politisasi, rakyat kan bisa memberi kritik pada DPR. Jadi saya kira ini bukan berarti ngasih tiket atau karpet merah bagi DPR untuk melemahkan KPK dengan hak angketnya," lanjut dia.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hak angket DPR.

Baca juga: Fahri Hamzah: DPR Bisa Pakai Hak Angket terhadap Peradilan

Dalam putusannya, MK menyatakan hak angket KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat adalah sah.

"Menolak permohonan para pemohon," kata Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Dalam uji materi ini, pegawai menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Para Pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pelaksana hak angket oleh DPR.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga penunjang pemerintah yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif.

"KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif yakni penyidikan dan penuntutan," kata Arief.

"DPR berhak meminta tanggung jawab KPK," tambah dia.

Kompas TV Mahkamah Konstitusi menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com