Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: DPR Bisa Pakai Hak Angket terhadap Peradilan

Kompas.com - 09/02/2018, 12:12 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal hak angket DPR telah mendudukkan DPR sebagai lembaga pengawas tertinggi.

"Keputusan itu, menegaskan sesuatu yang wajar dan normal dalam tradisi presidensialisme bahwa lembaga pengawas tertinggi di negara kita ini adalah DPR. Dan karena dia lembaga pengawas tertinggi, maka dia memiliki seluruh hak dalam pengawasan," kata Fahri melalui pesan singkat, Jumat (8/2/2018).

(Baca juga : MK Tolak Gugatan Hak Angket KPK, 4 Hakim Beda Pendapat)

Bahkan, kata Fahri, lembaga peradilan juga bisa diangket oleh DPR sewaktu-waktu jika suatu saat terjadi kejanggalan.

Sebab, kata Fahri, melalui putusan MK, DPR telah didudukan sebagai lembaga pengawas tertinggi.

"Manakala peradilan itu sudah selesai dan di dalamnya mengandung kejanggalan yang meresahkan dan secara kasat mata dapat dianggap dan diduga terjadinya penyimpangan, baik terhadap hukum atau undang-undang, maka DPR dapat saja menggunakan kewenangannya," papar Fahri.

"DPR bisa saja menggunakan kewenangannya untuk menemukan seberapa jauh penyimpangan itu ada," lanjut Fahri.

(Baca juga : ICW: Putusan MK seperti Mengonfirmasi Lobi Politik Ketua MK dan DPR)

MK sebelumnya memutuskan Komisi Pemberantasan Korupsi termasuk cabang kekuasaan eksekutif.

Oleh karena itu, DPR bisa menggunakan hak angket terhadap KPK sebagaimana diatur Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Namun, hak angket itu tidak menyangkut tiga kewenangan KPK dalam menegakkan hukum atau yudisial, seperti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Namun, MK terbelah dalam putusan tersebut. Dari sembilan hakim konstitusi, lima hakim menyatakan KPK sebagai bagian dari cabang kekuasaan eksekutif, yang melakukan kerja-kerja penegakan hukum sebagaimana kepolisian dan kejaksaan.

(Baca juga : Mahfud MD: Putusan MK soal Angket KPK Bertentangan dengan 4 Putusan Sebelumnya)

Dalam posisi tersebut, KPK bisa dikenai hak angket oleh DPR sebagai bagian dari mekanisme checks and balances dalam kehidupan berdemokrasi.

Lima hakim itu adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, Manahan Sitompul, dan Aswanto.

Dalam pertimbangan selanjutnya, MK menegaskan, hak angket yang bisa dikenakan kepada KPK itu sifatnya limitatif.

MK mengecualikan kewenangan hak angket itu untuk penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK.

Empat hakim konstitusi lainnya menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan MK tersebut, yakni I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, Suhartoyo, dan Maria Farida Indrati.

Tiga hakim pertama sepakat menyatakan KPK bukan termasuk dari tiga cabang kekuasaan yang ada karena merupakan lembaga independen yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kompas TV Mahkamah Konstitusi menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com