Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kado MK untuk Pansus Angket KPK Menjelang Paripurna DPR

Kompas.com - 09/02/2018, 08:09 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat bisa bernafas lega. Di ujung masa tugasnya yang hampir paripurna, legalitas pansus angket ini akhirnya mendapatkan pengakuan dari Mahkamah Konstitusi.

MK memutuskan menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap Hak Angket KPK. Dengan putusan ini, MK menyatakan hak angket KPK yang dibentuk KPK adalah sah.

"Menolak permohonan para pemohon," kata Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Dalam uji materi ini, pegawai KPK menilai pembentukan hak angket terhadap tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

(Baca: Tolak Gugatan Pegawai KPK, MK Nyatakan Hak Angket Sah)

Para pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek hak angket oleh DPR.

Namun, dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga penunjang yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK termasuk ke dalam lembaga eksekutif.

"KPK sebagai lembaga negara yang melaksanakan undang-undang dapat menjadi objek hak angket," kata Arief

Beda pendapat

Dalam putusan ini, ada empat hakim yang menyatakan disssenting opinion atau perbedaan pendapat. Mereka adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, keempat hakim tersebut menyatakan bahwa KPK adalah lembaga independen sehingga tak termasuk wilayah eksekutif. Dengan demikian, harusnya DPR tak bisa menggunakan hak angket terhadap KPK.

"Lembaga independen tidak termasuk cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif," kata Hakim Palguna.

(Baca: MK Tolak Gugatan Hak Angket KPK, 4 Hakim Beda Pendapat)

Jelang paripurna

Putusan MK ini keluar hanya berselang beberapa hari jelang akhir masa tugas Pansus Angket KPK. Rencananya, Pansus Angket KPK akan menyampaikan laporan akhirnya dalam rapat paripurna pada 14 Februari mendatang.

Putusan MK ini seolah menjawab keraguan publik atas legalitas Pansus Angket KPK yang selama ini menjadi perdebatan.

Anggota Pansus Angket KPK Arteria Dahlan, yang hadir mewakili rekan-rekannya dalam sidang putusan kemarin, mengaku bersyukur atas hasil ini.

"Sepuluh bulan ini kita dibuat gaduh. DPR selalu di-bully. 'DPR ini kerjanya mencari-cari kesalahkan KPK, DPR ilegal, DPR melemahkan KPK'. Tapi Alhamdulillah putusan MK telah mengatakan demikian," kata Arteria.

(Baca juga: ICW: Putusan MK seperti Mengonfirmasi Lobi Politik Ketua MK dan DPR)

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), serta Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian, Senin (4/9/2017).KOMPAS.com/ESTU SURYOWATI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), serta Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian, Senin (4/9/2017).
Tak berubah

Meski sudah mendapatkan stempel legal dari MK, namun Arteria Dahlan memastikan masa kerja Pansus Angket KPK tak akan diperpanjang. Rekomendasi akhir Pansus Angket KPK yang sudah disusun juga tak akan mengalami perubahan.

Sebelumnya, Pansus Hak Angket KPK sempat ingin memasukkan usulan RUU Penyadapan hingga Dewan Pengawas untuk mengontrol wewenang besar yang dimiliki KPK. Namun, dua usulan itu batal masuk menjadi rekomendasi.

Dalam rekomendasinya nanti, Pansus berencana memperkuat fungsi pencegahan KPK. Salah satunya dengan meminta komitmen pemerintah untuk memperbesar anggaran pencegahan untuk KPK.

Selain itu, Pansus juga ingin menyinergikan KPK dengan penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

Ketua DPR Bambang Soesatyo juga menegaskan, rekomendasi akhir yang sudah disusun tidak akan berubah dan masa kerja pansus tak akan diperpanjang.

"Pansus sudah diputuskan berakhir masa kerjanya dan akan kami sampaikan pada tanggal 14 Februari mendatang saat penutupan masa sidang," kata Bambang.

Lebih lanjut, politisi Partai Golkar ini meminta agar DPR tak lagi diadu dengan KPK.

"Sudahlah jangan adu lagi DPR dengan KPK terhadap putusan MK. Tugas saya saat ini memperbaiki hubungan DPR-KPK agar suasana kondusif dan adem karena kita akan hadapi agenda politik nasional, pilkada, pileg, dan pilpres," kata Bambang.

(Baca juga: Ketua DPR: Jangan Adu Lagi DPR dengan KPK Usai Putusan MK)

KPK kecewa

Sementara itu, KPK menyatakan kekecewaannya atas putusan yang dikeluarkan MK ini.

Wakil Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Syarif mengakui, pihaknya menghormati putusan MK karena bersifat final dan mengikat. Namun, ia juga tak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap MK.

"Kami merasa agak kecewa dengan putusannya karena judicial review itu ditolak," kata Laode usai sidang putusan.

Laode menilai, putusan MK ini tak konsisten dan bertentangan dengan empat putusan terdahulu, di mana MK menyatakan bahwa KPK bukan lembaga eksekutif.

Menurut dia, inkonsistensi MK ini bahkan dipaparkan oleh empat hakim yang mengajukan disssenting opinion atau perbedaan pendapat.

"Dulu dikatakan KPK bukan bagian dari eksekutif, hari ini MK memutuskan bahwa KPK itu, dianggap bagian eksekutif. Menarik untuk kita lihat inkonsistensi dari MK," kata Laode.

(Baca juga: KPK Kecewa MK Tak Konsisten dalam Putusan Hak Angket DPR)

Kompas TV Mahkamah Konstitusi menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Nasional
Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Nasional
Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Nasional
Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Nasional
Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com