Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luapan Emosi Fredrich Yunadi yang Warnai Drama Sidang Perdana

Kompas.com - 09/02/2018, 07:35 WIB
Abba Gabrillin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Suasana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2/2018), mendadak ramai.

Sesosok pria berkumis tebal dan berkacamata melangkah dengan santai di tengah kerumunan awak media. Pria yang mengenakan baju safari abu-abu dengan bordiran bertuliskan advokat di saku bagian depan bajunya itu langsung menjadi pusat perhatian.

Pria kelahiran Malang, 22 Februari 1952, itu bernama lengkap Fredrich Yunadi. Seperti tulisan pada bagian saku bajunya, Fredrich berprofesi sebagai advokat.

Datang dan berseliweran di pengadilan tentu bukan hal aneh bagi seorang advokat. Namun, kedatangan Fredrich kali ini bukan untuk membela kliennya.

(Baca juga: Fredrich Yunadi dan Advokat, dari Baju hingga Ketuk Palu Hakim)

Fredrich didakwa menghalangi proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tersangka mantan Ketua DPR Setya Novanto. Fredrich sebelumnya merupakan pengacara yang mendampingi Setya Novanto.

Menurut jaksa, Fredrich melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Fredrich diduga sudah memesan kamar pasien terlebih dahulu sebelum Novanto mengalami kecelakaan.

Fredrich juga disebut meminta dokter RS Permata Hijau merekayasa data medis Setya Novanto. Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Saat itu, Setya Novanto telah berstatus sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP. Fredrich kali ini harus menjalani persidangan sebagai terdakwa.

(Baca juga: Fredrich Yunadi Didakwa Halangi Penyidikan KPK terhadap Setya Novanto)

Ajakan boikot KPK

Advokat yang pernah membela Komisaris Jenderal Budi Gunawan itu dikenal suka bicara ceplas-ceplos. Tak cuma itu, Fredrich juga dikenal gampang naik darah alias mudah melampiaskan emosi.

Dalam tahap penyidikan, Fredrich sering kali berbicara kepada wartawan dengan menunjukkan ekspresi kesal terhadap KPK. Hal itu terlihat saat dia berencana melaporkan pimpinan KPK ke polisi.

Fredrich juga pernah mengajak semua advokat memboikot KPK. Alasannya karena penetapannya sebagai tersangka dianggap mengkriminalisasi profesi advokat.

Ditegur hakim

Nada suara Fredrich tiba-tiba meninggi ketika ditanya oleh majelis hakim mengenai surat dakwaan.

"Saya sudah baca surat dakwaan waktu diserahkan pengacara saya. Dakwaan itu palsu dan rekayasa, sekarang juga saya akan ajukan eksepsi," kata Fredrich.

(Baca: Dengan Nada Tinggi, Fredrich Sebut Dakwaan KPK Rekayasa)

Ketua majelis hakim kemudian meminta agar Fredrich hanya menjawab apa yang ditanya hakim.

"Saya tanya, apakah saudara terdakwa mengerti surat dakwaan yang dibacakan jaksa?" kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri.

Fredrich kemudian dengan lantang menjawab bahwa dia mengerti.

"Saya mengerti meskipun itu palsu," kata Fredrich.

Ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri terpaksa mengetuk palu untuk menghentikan ucapan Fredrich. Masih dengan nada tinggi, Fredrich memaksa agar saat itu juga dia diberikan kesempatan menyampaikan nota keberatan atau eksepsi.

Fredrich tidak peduli apabila pengacaranya tidak dapat mengajukan eksepsi pada saat yang sama.

Halaman:


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com